Rabu, 04 Maret 2009

Radiator Coolant

Mata Kuliah : Kimia Terapan
Dosen : DR Mudjiyono

Aris Purwadi
S830208001/IPA/Psains

I. Pendahuluan.

Pada saat ini kehidupan sehari-hari manusia sangat sulit dilepaskan dengan kendaraan bermotor atau mesin, penggunaan mesin langsung atau tidak langsung selalu disertai dengan penggunaan bahan bakar, dari proses pembakaran selalu saja disertai dengan pembebasan panas. Tidak semua panas dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi yang diperlukan tetapi terbuang ke lingkungan, karena panas yang berlebihan justru akan mengganggu kinerja mesin. Agar kerja mesin tidak terganggu, dalam mesin terutama yang penggunaannya cukup lama atau kendaraan bermotor selalu dipasar radiator. Fungsi Radiator adalah untuk mentranformasikan panas mesin ke lingkungan agar kerja mesin tidak terganggu atau rusak karena “over heat” atau kelebihan panas.

Untuk kendaran berkapasitas kecil (isi silinder kecil) biasanya dibawah 200 cc cukup menggunakan pendingin sirip atau “van colling” yang terpasang pada sisi luar ruang pembakaran mesin kendaraan bermotor. Radiator digunakan pada kendaraan yang memiliki kapasitas silinder yang cukup besar dengan memberikan pipa atau saluran pada badan mesin sehingga cairan pendingin dapat melewati dengan baik menggunakan bantuan pompa radiator. Perangkat radiator terdiri dari saluran cairan pendingin masuk dan keluar mesin, kipas pendingin yang dipasang didepan atau dibelakang sirip pendingin, tangki cadangan cairan pendingin radiator dan cairan pendingin radiator. Cairan pendingin pada radiator ini mempunyai peran yang sangat penting dalam metransformasikan panas mesin kelingkungan, agar mesin dapat tetap bekerja pada suhu yang optimal yang berdapak pada penghematan bahan bakar. Air sebenarnya dapat digunakan sebagai cairan pendingin, namun air dengan titik didih 100oC dan titik beku 0oC memerlukan perhatian dan pemeliharaan yang terlalu sering, yang lebih berbahaya bila kendaraan atau mesin digunakan didaerah yang beriklim cukup ekstrim baik dingin maupun panas. Pada saat cuaca sangat dingin air dalam radiator akan membeku dan dapat mengakibatkan pecahnya pipa saluran radiator serta mesin akan sangat sulit untuk di stater. Demikian pula pada iklim yang ekstrim panas, air dalam radiator tidak akan dapat bertahan lama karena mendidih dan tingkat penguapan yang tinggi sehingga akan capat habis bila tidak terkontrol akan terjadi kerusakan kendaraan yang sangat fatal.

Untuk mengatasi masalah tersebut dibuatlah cairan pendingin pada radiator yang biasa dikenal dengan nama “Radiator Coolant”. Radiator Coolant dibuat dengan mencampurkan cairan etilen glikol atau 1,2-etanadiol dengan aquadestilata dengan perbandingan tertentu tergantung pada kebutuhan dan situasi/iklim dimana kendaraan bermotor atau mesin tersebut digunakan. Pertanyaannya mengapa digunakan etilen glikol sebagai campuran cairan pendingin radiator, mengapa pula harus dicampur dengan aquadestilata (air murni).

II. Dasar Teori

A. Sifat Koligatif Larutan.

Larutan merupakan campuran homogen terdiri dari zat pelarut dan zat terlarut, adanya zat terlarut akan mempengaruhi sifat fisik larutan yang terjadi. Sifat fisik yang dipengaruhi oleh jumlah partikel zat terlarut ialah , tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku dan tekanan osmotik.

Titik didih zat cair adalah suhu pada saat tekanan uap jenuh zat cair sama dengan tekanan udara luar, sedangkan yang dimaksud dengan titik beku larutan ialah suhu pada saat tekanan uap larutan sama dengan tekanan uap pelarut padat murninya. Adanya zat terlarut dalam larutan akan mempengaruhi besarnya tekanan uap larutan, karena zat terlarut akan menghalangi molekul pelarut untuk dapat menguap yang berakibat pada penurunan tekanan uap larutan. Penurunan tekanan uap ini akan berpengaruh pada perubahan titik didih dan perubahan titik beku, dimana semakin banyak zat terlarut dalam larutan maka perubahan yang terjadi akan semakin besar.

Dari percobaan diketahui bahwa kenaikan titik didih dan penurunan titik beku tidak bergantung pada jenis zat terlarut tetapi hanya bergantung pada jumlah partikel zat terlarut atau konsentrasi larutan. Petrucci H. Ralph (1987 : 69). Sesuai dengan hukum Roult bahwa besarnya kenaikan titik didih dan penurunan titik beku larutan berbanding lurus dengan molalitas larutan:

rtb m

rtb = Kb . m atau rtf = Kf . m

Dimana : rtb = kenaikan titik didih

rtf = penurunan titik beku

Kb = tetapan kenaikan titik didih molal

Kf = tetapan penurunan titik beku molal

m = molalitas larutan

Harga Kb dan Kf tergantung pada jenis pelarut, jika pelarut air harga

Kb = 0,52oC/molal dan Kf = 1,86oC/molal

Bila zat terlarut terionisasi maka besarnya kenaikan titik didih dan penurunan titik bekunya akan lebih besar dibanding dengan yang tidak terionisasi untuk konsentrasi larutan yang sama, besarnya perubahan dipengaruhi oleh faktor Van’t Hoff sebagai berikut :

Bentuk umum reaksi :

A(aq) --> n B(aq)

Awal : m -

Derajat ionisasi (µ) : - µ m + n .µ m +

Setelah ionisasi : m - µ m n .µ m

Jumlah partikel yang ada dalam larutan = m - µ m + n .µ m

= m { 1 + (n-1) µ }

Jadi perubahan jumlah partikel dalam larutan elektrolit adalah sebesar { 1 + (n-1) µ } atau disebut dengan faktor Van’t Hoff i = { 1 + (n-1) µ }

B. Etilen glikol

Etilen glikol (glikol) merupakan senyawa yang dapat digolongkan sebagai polialkohol, berupa zat cair yang tidak berwarna, kental dan berasa manis. Etilen glikol memiliki titik didih yang relatif tinggi 198oC dan titik bekunya -11,5oC, mudah larut dalam air.

Reaksi Pembuatan :

Etilen glikol dapat dibuat dengan mengoksidasi etilena menggunakan katalisator perak, sehingga terbentuk etilen oksida. Etilen oksida yang diperoleh dihidrolisis dalam lingkungan asam sehingga terbentuk etilen glikol.

O2 H2O

Reaksi : CH2 = CH2 H2C CH2 CH2 – CH2

O OH OH

Etilen oksida etilen glikol

Etilen glikol seperti halnya air dapat membentuk ikatan hidrogen, maka etilen glikol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, campuran etilen glikol dalam air banyak digunakan sebagai cairan anti beku pada kendaraan bermotor yang digunakan didaerah beriklim dingin atau panas. Hart Harold ( 2007 : 238 )

III. Pembahasan

Air murni mendidih pada suhu 100oC dengan dicampurkan etilen glikol maka sesuai hukum Roult titik didih campuran yang terjadi akan meningkat sesuai dengan perbandingan atau molalitas campuran yang dibuat dan disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya. Demikian pula mengenai titik beku larutan yang terjadi akan turun sesuai dengan jumlah etilen glikol yang dicampurkan ke dalam air karena etilen glikol membeku pada suhu -11,5oC.

Sebagai contoh Larutan pendingin radiator dibuat dengan kadar 40% larutan glikol dalam air, dengan menggunakan hukum Roult dapat diperkirakan titik didh dan titik beku larutan yang terjadi bila diketahui Kb air = 0,52 oC/molal dan Kf air = 1,86 oC/molal.

Bila dibuat 100 gram larutan pendingin maka massa glikol (Mr = 62) adalah 40 gram dan massa air = 60 gram, maka molalitas larutan pendingin yang terjadi :

Molalitas larutan = 40/62 x 1000/60 molal

Kenaikan titik didih larutan = 0,52 x 40/62 x 1000/60 oC

= 5,59 oC

Titik didih larutan yang terjadi = 105,59oC

Ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul air dengan molekul etilen glikol sangat berperan dalam meninggkatkan titik didih campurannya. Jumlah etilen glikol yang ada dalam larutan akan sangat menurunkan tekanan uap larutan yang terjadi, hal ini selain disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen antara molekul air dan molekul etilen glikol, secara kuatitatif molekul etilen glikol akan menghalangi proses penguapan pelarut air, sehingga titik didih larutan akan meningkat.

Pada penggunaannya radiator coolant dipertimbangkan kemampuan mengoksidasi atau daya oksidasi dari logam yang digunakan dalam mesin, untuk kendaraan bermotor/ mesin digunakan logam aluminium, sedangkan bahan radiator atau sel pendingin untuk kendaraan sebelum tahun 2000 digunakan logam tembaga sedangkan untuk kendaraan tahun 2000 keatas telah digunakan aluminium. Maka dalam pengguaannya sering ditambahkan garam yang dapat menjaga tingkat keasaman dengan pH kurang lebih = 7, dengan demikian akan terbebas dari sifat korosi dari dalam mesin.

Penggunaan Radiator Coolant dipasarkan dengan beberapa merek dagang antara lain :

Pada merk dagang Prestone berisi : Water, ethylene glycol, diethylene glycol, Sodium 2-ethylhexanoate dan Sodium neodecanoate dengan formulasi ini diperoleh titik beku dan titik didh sebagai berikut :

Prosentase

Titik Beku

Titik Didih

50% anti freeze dan

50% air

- 34o F

+ 265o F

-37o C

+ 129oC

Dengan menggunakan Radiator Coolant yang berisi larutan etilen glikol dengan kadar 50% dapat digunakan selama 24 bulan atau jarak tempuh mencapai 40.000 km untuk kendaraan produksi tahun 2000 keatas. Honda Prospect Motor ( 2002 : 71)

IV. Kesimpulan

Sifat Koligatif larutan terutama kenaikan titik didih dan penurunan titik beku dapat dimanfaatkan dalam pembuatan Radiator Coolant yang tahan lama dan dapat meningkatkan perfomace mesin kendaraan bermotor.

=============================

Daftar Pustaka

Hart Harold. 2007. Kimia Organik Edisi II. Jakarta : Erlangga.

Oxtoby. Gillis. Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid I. Jakarta :

Penerbit Erlangga

P.T. Honda Prospect Motor 2002.

Petrucci H. Raplh. Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2.

Jakarta : Penerbit Erlangga.


SISTEM KESETIMBANGAN BUFFER PADA PEMBUATAN SHAMPOO

Mata Kuliah : Kimia Terapan
Dosen : DR Mudjiyono

Aris Purwadi
S830208001/IPA/Psains

I. Pendahuluan.

Dalam kehidupan sehari-hari di setiap rumah tangga selalu tersedia bahan pembersih yang disediakan di kamar mandi seperti sabun, Shampoo, detergent, sampai pasta gigi dan perlengkapan kebersihan badan lainnya. Dalam penggunaanya setiap produk pembersih selalu diberikan petunjuk bagamana cara menggunakan produk tersebut secara baik dan benar, biasanya petunjuk penggunaan dituliskan dalam kemasan dari produk pembersih yang bersangkutan. Penggunaan produk pembersih saat ini harus hati-hati karena setiap produk pembersih memiliki spesifikasi yang berbeda, ditinjau dari bahan yang akan dibersihkan maupun jenis yang akan dibersihkan, pemilihan yang tepat dari karakter yang dikehendaki akan memberikan hasil yang optimal dan di peroleh resiko yang kecil. Dari beberapa merek pembersih kulit atau pembersih badan umumnya memiliki bahan dasar yang sama, yaitu sabun.

Pada masyarakat awam tidak dapat membedakan antara sabun dengan detergent, kedua bahan pencuci tersebut memiliki fungsi dan bahan yang berbeda, sabun merupakan bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan kulit, terbuat dari lemak nabati atau lemak hewani yang direaksikan dengan Natrium hidroksida, sedangkan detergent merupakan bahan pembersih pakaian atau sejenisnya yang dibuat dari suatu alkil sulfonat dengan Natrium hidroksida. Dalam ilmu kimia kedua bahan pencuci tersebut termasuk dalam golongan garam. Sabun sebagai bahan pencuci kulit tidak tepat bila digunakan untuk mencuci rambut, bahan pencuci rambut di kenal dengan shampoo, saat ini banyak produk shampoo dengan spesifikasi yang beragam misalnya shampoo untuk rambut kering, rambut berminyak atau untuk rambut normal. Salah satu perbedaan yang menonjol dari sabun dengan shampoo adalah pada tingkat keasaman atau pH, pada dasarnya kedua bahan tersebut bersifat basa (pH > 7) karena terbuat dari asam lemah dengan basa kuat. Semua produk yang digunakan di kamar mandi selalu dikontrol tingkat keasamaannya, jika terlalu basa akan dapat menyebabkan iritasi pada kulit maupun mata. Bahan yang banyak digunakan untuk mengendalikan tingkat keasaman adalah asam sitrat. Asam ini banyak digunakan juga pada minuman bersoda sampai pada shampoo atau pencuci rambut. Bagaimana asam sitrat dapat digunakan sebagai pengendali tingkat keasaman shampoo aatau pencuci rambut ?

II. Dasar Teori.

A. Asam Sitrat

Asam Sitrat diisolasi pada tahun 1784 oleh Carl Wilhelm Schelee dengan melakukan pengkristalan dari sari buah lemon.Pembuatan asam sitrat sekala industri dimulai tahun 1860 dengan mengandalkan produksi jeruk dari Italia. Pada tahun 1893 C. Wehmer menemukan bahwa kapang penicillium dapat membentuk asam sitrat dari gula. Pada tahun 1917 kimiawan dari Amerika, James Currie menemukan kapang Aspergillusniger dapat menghasilkan asam sitrat secara lebih efisien, dua tahun kemudian asam sitrat mulai diproduksi dalam skala industri. (http://id.wikipendia.org).

Asam sitrat merupakan asam lemah yang mempunyai rumus struktur :

CH2COOH

|

HO – C – COOH

|

CH2COOH

Asam sitrat banyak digunakan pada minuman dalam kemasan atau limun baik yang bersoda maupun yang tidak bersoda, sampai pada pembuatan shampoo.

B. Kesetimbangan kimia

Reaksi kimia dinyatakan setimbang bila terjadi dalam sistem tertutup, pada suhu tetap, serta kecepatan reaksi kedua arah sama besar, pada keadaan setimbang terdapat hubungan matematis antara konsentrasi zat-zat hasil reaksi dan pereaksi. Hubungan konsentrasi zat-zat dalam kesetimbangan dinyatakan oleh Guldberg dan Waage pada tahun 1886 ahli kimia dari Norwegia, dalam suatu besaran yang disebut dengan tetapan kesetimbangan dengan simbol Kc. Oxtoby, David W (2004 : 263).

Besarnya harga Kc tergantung pada suhu, tetapan kesetimbangan memberikan informasi tentang posisi dan arah kesetimbangan, harga tetapan kesetimbangan merupakan hasil kali konsentrasi zat-zat hasil reaksi dibagi dengan hasil kali konsentrasi zat-zat pereaksi yang masing-masing dipangkatkan dengan koefisien reaksinya.

Reaksi kesetimbangan dapat dipengaruhi oleh :

  1. Penambahan konsentrasi salah satu zat, bila pereaksi ditambah reaksi akan bergeser kearah produk dan sebaliknya.
  2. Suhu, bila suhu naik reaksi akan bergeser kearah reaksi endoterm dan sebaliknya.
  3. Volume, bila volume diperbesar maka reaksi kesetimbangan akan bergeser kearah jumlah molekul yang lebih besar dan sebaliknya.
  4. Tekanan (gas), bila tekanan diperbesar reaksi akan bergeser ke arah jumlah molekul yang lebih kecil dan sebaliknya.

C. Kesetimbangan dalam larutan penyangga atau buffer.

Larutan buffer dapat dibuat dengan mencampurkan larutan asam atau basa lemah dengan asam atau basa konjugasinya, larutan buffer digunakan untuk menjaga harga pH larutan agar tidak berubah bila ke dalam larutan ditambahkan asam, basa atau diencerkan. Contoh larutan larutan buffer dari larutan asam cuka dengan asam konjugasinya seperti pada persamaan reaksi :

CH3COOH(aq) + H2O(l) ---> H3O+(aq) + CH3COO-(aq)

atau

CH3COOH(aq) ==== H+(aq) + CH3COO-(aq)

CH3COONa(aq) ----> Na+(aq) + CH3COO-(aq)

Besarnya konsentrasi ion H+ dapat dihitung :

(CH3COOH)

[H+] = Ka -----------

(CH3COO-)

[asam]

[H+] = Ka -------

[garam]

Sedangkan harga pH larutan dapat dihitung dengan persamaan :

pH = - log [H+]

Untuk larutan buffer yang berasal dari basa lemah dengan basa konjugasinya besarnya konsentrasi OH- dapat dihitung menggunakan persamaan :

[OH-] = Kb

Sedangkan harga pH larutan dapat dihitung dengan persamaan :

pOH = - log [OH-]

pH = 14 - pOH

D. Prinsip kerja larutan buffer mempertahankan harga pH.

Reaksi : CH3COOH(aq) ==== H+(aq) + CH3COO-(aq)

CH3COONa(aq) -----> Na+(aq) + CH3COO-(aq)

  1. Pengaruh penambahan asam atau ion H+

Bila dalam larutan buffer diatas ditambahkan asam atau ion H+ kesetimbangan akan bergeser kekiri atau ke arah asam asetat, karena ion H+ akan bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk asam asetat CH3COOH, sehingga penambahan ion H+ tersebut tidak akan mengubah konsentrasi ion H+ mula-mula, ini berarti pH larutan tetap.

  1. Pengaruh penambahan basa atau ion OH-

Bila dalam larutan buffer diatas ditambahkan basa atau ion OH-, kesetimbangan akan bergeser kekanan atau ke arah ion H+ dan ion CH3COO-, karena terjadi pengurangan ion H+, dalam hal ini ion OH- bereaksi dengan ion H+ menghasilkan molekul air, kekurangan ion H+ tersebut digantikan oleh ion H+ dari penguraian asam asetat sehingga konsentrasi ion H+ tidak berubah atau tetap.

  1. Pengaruh Pengenceran.

Pada pengenceran jumlah mol CH3COOH dan CH3COONa atau jumlah mol asam lemah dengan asam konjugasinya tidak berubah meskipun konsentrasi larutan berubah sehingga pH larutan tetap.

III. Pembahasan.

Pembuatan shampoo disebut juga reaksi saponifikasi atau penyabunan, yaitu reaksi yang terjadi antara lemak atau minyak dengan natrium hidoksida menghasilkan sabun dan gliserol. Bentuk umum persamaan reaksi saponifikasi sebagai berikut :

H2C-O-CO-R H2C-OH

| |

HC-O-CO-R + 3 NaOH --> 3 RCOONa + HC-OH

| |

H2C-O-CO-R H2C-OH

Sabun yang terjadi merupakan garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat sehingga pH larutan sabun yang terjadi kurang lebih 8,3 atau bersifat basa. Sabun merupakan komponen utama dari shampoo bila sabun ini langsung digunakan untuk kulit atau rambut akan dapat menyebabkan iritasi pada kulit atau mata, terutama pada anak-anak balita, sehingga pengontrolan terhadap harga pH sangat penting. Harga pH yang direkomendasikan untuk shampoo adalah 5,5 untuk menurunkan harga pH dari 8,3 menjadi 5,5 dapat digunakan asam sitrat. Brian Ratcliff at all (2004 ; 157). Dalam hal ini asam sitrat berfungsi untuk mengatur kesetimbangan ion H+ atau harga pH, Asam sitrat sebagai asam lemah atau HA terionisasi sebagian dalam air dan dapat diasumsikan reaksi ionisasinya sebagai berikut : HA(aq) D H+(aq) + A-(aq), sedangkan ion A-(aq) merupakan asam konjugasi yang bersumber dari asam lemak dari hasil ionisasi sabun atau shampoo. Dengan mengatur jumlah asam sitrat yang ditambahkan maka akan diperoleh shampoo yang mempunyai derajat keasaman yang dikehendaki sesuai yang direkomendasikan sehingga tidak menyebabkan gangguan pada kulit atau mata pemakainya. Derajat keasaman inilah yang membedakan shampoo untuk rambut kering, rambut berminyak atau rambut normal serta shampoo yang dapat digunakan pada anak-anak balita tanpa menimbulkan rasa pedih dimata atau iritasi pada kulit.

IV. Kesimpulan

Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa kesetimbangan yang terjadi pada larutan buffer (asam lemah dengan asam konjugasinya) dapat dimanfaatkan untuk mengatur harga pH dari Shampoo, sehingga shampoo yang dihasilkan dapat digunakan dengan aman serta lebih spesifik dalam penggunaannya.

===============

Daftar Pustaka

Brian Ratcliff at all. 2004. Chemestry AS Level and A Level. Cambridge : Cambridge

University Press.

Hart Harold. 2007. Kimia Organik Edisi II. Jakarta : Erlangga.

Oxtoby. Gillis. Nachtrieb. 2004. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid I. Jakarta :

Penerbit Erlangga

Petrucci H. Raplh. Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2.

Jakarta : Penerbit Erlangga.

http://id.wikipendia.org




SISTEM HIBRID GAS HASIL ELEKTROLISIS PADA KENDARAAN BERMOTOR


Gambar 2.


Gambar 1.

Mata Kuliah : Kimia Terapan
Dosen : DR Mudjiyono

Aris Purwadi
S830208001/IPA/Psains


I. Pendahuluan

Dewasa ini kendaraan bermotor merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting diperlukan manusia dalam memenuhi kebutuhan transportasi yang makin hari makin meningkat mobilitasnya. Pada produksi kendaraan bermotor selalu dilakukan inovasi-inivasi baru sesuai dengan tuntutan konsumen, sehingga kendaraan yang ada semakin nyaman dan aman untuk digunakan. Industri otomotif telah mengembangkan sistem pembakaran yang lebih maju sampai pada penggunaan injeksi pada kendaraan bermotor produksi tahun 2000 keatas. Peningkatan produksi kendaraan tentu saja menuntut peningkatan produksi bahan bakar terutama minyak atau BBM.

Ketersediaan bahan bakar minyak yang terbatas, akan mempengaruhi harga minyak sehingga semakin mahal, kondisi ini memacu untuk mencari alternatif yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar minyak yang dapat diperbaharui, misalnya penggunaan biodissel, alkohol atau bahan bakar gas. Kenyataannya bahan bakar tersebut masih sangat bergantung pada komitmen pemerintah untuk dapat memproduksi dalam jumlah besar, sampai saat ini usaha tersebut masih jauh dari harapan konsumen. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menghemat bahan bakar yang dapat ditempuh dengan dua cara yaitu secara mekanis dengan mengubah konstruksi mesin dan melakukan inovasi dalam proses pembakaran bahan bakar dengan bahan lain sehingga proses pembakaran dapat berlansung secara lebih sempurna. Cara yang pertama telah dilakukan oleh produsen mobil dalam rangka bersaing dalam memasarkan produknya karena semakin hemat bahan bakar akan semakin diminati oleh konsumen. Cara yang lain yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan inovasi pada asupan bahan bakar ke dalam ruang pembakaran, cara ini telah dilakukan dan dibuktikan secara empiris dilapangan namun belum pernah dilakukan pengkajian secara ilmiah, bagaimana cara ini dapat digunakan dengan baik. Cara yang dimaksud adalah dengan memanfaatkan secara langsung hasil elektrolisis air berupa gas hidrogen dan gas oksigen, yang memiliki sifat sangat mudah terbakar dan membantu proses pembakaran. Bagaimana hasil elektrolisis ini dapat dimanfaat sebagai bahan bakar?

II. Kajian Teori

Pada elektrolisis larutan elektrolit akan dihasilkan zat zat hasil reaksi yang tergantung pada harga potensial reduksi ion-ion yang ada dalam larutan dan elektrode yang digunakan. Jumlah zat yang dihasilkan pada elektrolisis bergantung pada besarnya jumlah listrik yang digunakan, untuk menghasilkan gas Hidrogen dan gas Oksigen dapat digunakan larutan elektolit dari Kalium Hidroksida (KOH) atau menggunakan garam sulfat atau karbonat dari unsur-unsur golongan IA seperti Natrium Sulfat (Na2SO4), Natrium Karbonat (Na2CO3) atau garam lain yang mudah didapat dan ekonomis.

Reaksi : Elektrolisis larutan KOH dalam air :

Katoda : [2H2O(l) + 2e → 2OH-(aq) + H2(g)] x 2

Anoda : 4OH-(aq) 2H2O(l) + O2(g) + 4e +

2H2O(l) 2 H2(g) + O2(g)

Reaksi : Elektrolisis larutan Na2CO3 dalam air :

Katoda : [2H2O(l) + 2e → 2OH-(aq) + H2(g)] x 2

Anoda : 2H2O(l) 4H+(aq) + O2(g) + 4e +

2H2O(l) 2 H2(g) + O2(g)

Pada elektrolisis larutan yang mengandung ion-ion golongan IA (Na+, K+), ion-ion tersebut tidak tereduksi pada katode tetapi air yang mengalami reduksi karena potensial reduksi air lebih besar dari potensial reduksi ion Natrium atau ion Kalium (Eo H2O/H2 = - 0,83 volt dan Eo Na+/Na = - 2,71 volt).

Dalam penerapannya elektrode yang digunakan adalah stainless still yang dapat dikategorikan sebagai elektrode inert, dari percobaan yang dilakukan pada beberapa kendaraan bermotor, untuk mobil 1000 CC dengan kecepatan 50-60 km/jam dengan konsumsi BBM (besin) 1 liter dapat menempuh jarak 12 km, sehingga waktu yang diperlukan 12/60 jam = 12 menit. Jika dihitung kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 liter bensin (oktana) dengan reaksi : Ramsden E.N (2000 : 499).

C8H18(g) + 25/2 O2(g) → 8 CO2(g) + 9H2O(g) rHo = - 5510 kJ/mol

Reaksi ini berlangsung pada ruang pembakaran, dimana bahan bakar minyak mempunyai titik didih 150oC dan akan berbentuk uap pada ruang pembakaran mesin.

Massa 1 mol C8H18 = (8.12 + 18. 1) gram (Ar C = 12 dan H = 1)

= 114 gram

Untuk membakar 1 mol C8H18 atau 114 gram C8H18 dibebaskan kalor = 5510 kJ.

Massa jenis bensin = 0,77 kg/L sehingga massa 1 L bensin = 770 gram, jadi kalor yang dihasilkan = 770/114 x 5510 kJ

= 37216,66 kJ

Jadi kalor yang dihasilkan pada pembakaran 1 gram bensin = 37216,66 kJ/770 gram

= 48,333 kJ

Pada pembakaran bensin oktana emisi gas buang masih mengandung gas CO sebanyak 5%.

Pada perakitan alat elektrolisis yang dipasang pada mobil digunakan diode dengan kuat arus 25 Ampere, digunakan dalam waktu yang sama 12 menit gas hidrogen yang dihasilkan sebagai berikut :

Massa H2 = ME H2. i . t /96500 gram

= 1. 25. 12. 60/96500 gram

= 0,186528 gram

Pembakaran sempurna gas H2 menurut reaksi :

H2(g) + ½ O2(g) → H2O(g) rHo = -241,82 kJ/mol

Pada pembakaran 1mol atau 2 gram gas hidrogen dihasilkan kalor = 241,82 kJ

Untuk pembakaran sempurna 1 gram gas hidrogen dihasilkan kalor = 120,91 kJ

Untuk pembakaran 0,186528 gram dibebaskan kalor = 0,186528/2 x 241,82 kJ

= 22,5531 kJ

Sedangkan gas oksigen yang dihasilkan dari proses elektrolisis yang sama :

Massa O2 = ME O2 . i . t /96500 gram

= 32/4 . 25. 12. 60/96500 gram

= 1,49223 gram

Volume gas O2 yang dihasilkan jika diukur pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm adalah PV = nRT atau V = n RT/P

V gas O2 = 1,49223/32. 0,082056872. 298/1 Liter

= 1,14027 Liter

Gas oksigen yang dihasilkan ini akan sangat berperan didalam proses pembakaran, sehingga pembakaran akan berlangsung lebih sempurna dan bahan bakar akan semakin hemat.

Pemasangan sel elektrolisa pada kendaraan bermotor dapat ditempatkan dimana saja semakin dekat dengan ruang pembakaran akan semakin baik, gas hasil elektrolisa disalurkan ke dalam manipol masuk ruang pembakaran mesin dengan menggunakan pipa secara terpisah dari anoda dan dari kaotoda. Untuk kendaraan yang pengaturan asupan bahan bakar dengan karburator untuk pemasangannya dapat mengikuti gambar berikut.

Gambar 1: Sistem Hibrid gas hasil elektrolisa dan BBM

(Mesin dengan Karburator)

Untuk mobil atau kendaraan bermotor yang telah menggunakan ECU (Electronic Control Unit) dan sistem injeksi akan sangat bermanfaat jika ditambahkan MAP enhancer. Fungsi MAP enhancer adalah untuk memotong jalur komputer dalam membaca campuran bahan bakar dalam intake manifold. Untuk pemasangan pipa gas hasil elektrolisa dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2 : Sistem Hibrid gas hasil elektrolisa dan BBM

(Mesin dengan Fuel Injection)

III. Pembahasan.

1. Dari hasil perhitungan kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 mol gas H2 hasil elektrolisis, yang diukur pada suhu kamar besarnya entalpi sama dengan entalpi pembentukan 1 mol uap air. Dengan menggunakan arus listrik 25 ampere dan waktu yang sama dengan waktu yang digunakan untuk melakukan pembakaran bensin dengan kendaraan bermotor selama 12 menit ternyata diperoleh kalor 22,5531 kJ. Jika dibandingkan kalor yang dihasilkan pada pembakaran 1 gram besin (oktana) dengan 1 gram gas Hidrogen = 48,333 kJ : 120,91 kJ. Dari hasil ini terlihat bahwa penambahan gas hidrogen dari elektrolisis kedalam ruang pembakaran akan menghasilkan tambahan energi yang cukup besar sehingga performa mesin akan lebih bagus dan lebih hemat dalam pemakaian bahan bakar.

2. Pada pembakaran bensin dalam bentuk uap di ruang pembakaran mesin ternyata belum dapat terbakar sempurna, terlihat dari hasil pembakaran masih terdapat 5% gas karbonmonoksida atau CO, ini dapat dipandang sebagai pemborosan energi. Hadirnya gas oksigen murni yang diperoleh dari hasil elektrolisa sebanyak 1,49223 gram atau 1,14027 Liter pada suhu kamar, kontribusi gas oksigen ini akan sangat besar didalam membantu proses pembakaran, diharapkan pembakaran yang terjadi akan semakin sempurna dan performa mesin akan semakin tinggi serta pemakaian bahan bakar kendaraan bermotor akan semakin efisien.

3. Dengan penambahan gas hidrogen dan gas oksigen pada ruang pembakaran, proses oksidasi dan performa mesin meningkat, diikuti dengan penurunan residu karbon pada ruang pembakaran, penurunan emisi gas buang karbomonoksida (CO), dan hidrokarbon/ bensin yang tidak terbakar.

IV. Kesimpulan

Gas hasil elektrolisa air dengan menggunakan larutan KOH atau larutan Na2CO3 berupa gas hidrogen dan gas oksigen dapat digunakan sebagai sumber energi tambahan dengan sistem hibrid pada kendaraan bermotor. Gas hidrogen untuk meningkatkan energi dan gas oksigen untuk menyempurnakan pembakaran sehingga akan diperoleh efisiensi bahan bakar yang cukup tinggi, yang pada akhirnya akan meningkatkan performa mesin serta meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar.

=============================

Daftar Pustaka

Keenan. Kleinfelter. Wood. 2003. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Kompas, 20 Juni 2008. Menghemat BBM Dengan “Brown Energy”

Oxtoby. Gillis. Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1. Jakarta :

Penerbit Erlangga.

Ramsden E.N. 2000. Chemistry A-Level fourth edition. Cheltenham : Nelson

Thormes Ltd. United Kingdom.

Wang Xiang Jun. 2008. Mengubah air menjadi besin. Yogyakarta : Penerbit Pustaka

Radja.

http://www.bahanbakar.com