Selasa, 10 Februari 2009

ENERGI ALTERNATIF DARI ELEKTROLISA AIR

Mata Kuliah : Kimia Terapan
Dosen: DR. Mudjiyono

Aris Purwadi
S830208001/IPA/psains

I. Pendahuluan

Melonjaknya harga minyak mentah dunia memincu naiknya harga bahan bakar minyak didalam negeri, harga bensin sekarang telah mencapai Rp 6000/liter. Hal ini menimbulkan gejolak yang tinggi dimasyarakat, gejolak yang baik adalah mencari solusi terhadap krisis energi yang diperkirakan akan muncul kemudian bila kita masih tergantung pada penggunaan bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM). Sebagaian masyarakat telah mengembangkan energi alternatif Biogas atau menggunakan bahan limbah kotoran hewan atau manusia yang diproses secara anaerob sehingga dihasilkan gas metan, namun produk ini lebih banyak digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga dan sampai saat ini belum dikembangkan untuk kendaraan bermotor. Salah satu alternatif yang sekarang banyak disorot ialah pengembangan sumber energi yang berasal dari hasil elektrolisis air yang dikenal dengan “Blue Energi” ada yang mengenal sebagai “Brown Gas”, berikut perkembangan tentang penelitian atau pengembangan bahan bakar air atau BBA:

1. “Watercar” oleh Issac de Rivas.

Pada tahun 1805 Isaac de Rivas berkebangsaan Swiss sebagai orang pertama yang menggunakan Hidrogen yang dihasilkan dari elektrilisa sebagai bahan bakar mesin dengan pembakaran internal, namun rancangannya belum memuaskan dan penemuan ini dikenal dengan “watercar”. Kemudian penelitian ini dikembangkan dan dilanjutkan oleh Luther Wattles dan Rudolf A Erren.

2. BBA oleh Nicola Tesla dan Stanley Meyer.

Pada tahun 1943 kedua orang tersebut telah mengembangkan penggunaan bahan bakar air namun karena alasan bisnis hasil temuannya dihilangkan, bahkan bukan hanya temuannya tetapi juga hasil penelitiannya, kemudian Nicola Tesla dipenjara dan dihukum mati tahun 1943 dan Stanley Meyer dari Amerika Serikat terbunuh tahun 1998.

3. “Brown Gas”

Yull Brown yang berasal dari Sydney Australia pada tahun 1974 berhasil mengembangkan BBA untuk menggerakkan mesin, bahan bakar air ini sebenarnya merupakan campuran gas hidrogen-hidrogen-oksigen yang dihasilkan dari elektrolisa air. Dalam tabung elektrolisa dipasang kumparan magnetik untuk memecahkan campuran air destilasi dan soda kue hingga menjadi campuran gas hidrogen-hidrogen-oksigen (HHO). Hidrogen bersifat eksplosif dan oksigen mendukung pembakaran, gas ini ditampung dalam tabung elektrolisa yang dialirkan kedalam ruang pembakaran mesin dan akan bercampur dengan gas hidrokarbon dari bahan bakar minyak, sehingga terjadi penghematan dalam tingkat yang signifikan.

4. Poempida Hidayatullah dan Futung Mustari.

Kedua orang Indonesia tersebut telah melakukan rekayasa sistem dan mengembangkan sejak empat tahun lalu, dengan melakukan elektrolisa larutan soda kue dengan alasan mudah didapat dan harganya lebih murah serta lebih ramah lingkungan. Uji coba dilakukan dengan 30 kendaraan bermotor roda empat dari berbagai jenis baik yang berbahan bakar bensin maupun solar, pada kendaraan tersebut dipasang alat elektrolisa dan hasilnya dimasukkan ke ruang pembakaran hasilnya BBM dapat mencapai rasio jarak tempuh rata-rata 1 : 25 atau 25 km untuk setiap 1 Liter bahan bakar, dengan cara ini bahan bakar minyak (BBM) dapat dihemat sampai 59 persen. Salah satu uji coba yang dilakukan dengan menggunakan Toyota Avanza pada bulan Mei lalu, menunjukkan hasil efisiensi bahan bakar samapai 40 persen atau 1 liter untuk 18 km. Pada Mitsubishi L300 penghematan sampai 94 persen atau 1liter dapat mencapai 23,3 km.

5. Djoko Sutrisno.

Rekayasa yang dilakukan Djoko Sutrisno di Yogyakarta pada tahun 2005 dapat mencapai efisiensi hingga 80 persen dengan menggunakan prinsip ledakan Hidrogen yang terpatik pada api busi untuk menambah hasil pembakaran BBM. Alat yang dipasang pada kendaraan bermotor, menggunakan tabung plastik sebagai tempat elektrolisa larutan KOH dalam air suling dengan dipasang elektroda yang dihubungkan dengan arus listrik dari aki dan dipasang diode penyearah arus, gas hasil elektrolisa dialirkan ke dalam ruang pembakaran melalui manipol bersama bahan bakar atau bensin masuk ke ruang pembakaran sehingga memperkuat pembakaran sehingga terjadi penghematan bahan bakar. Di Yogyakarta telah terpasang alat ini pada 25 mobil dan sekitar 50 sepeda motor.

6. Sistem Hibrid Bahan Bakar Air dan BBM.

Cara kerja sistem ini gas hasil elektrolisis dialirkan pada saluran masuk manifol, pada saat strat mesin menggunakan bahan bakar minyak, setelah mesin hidup maka gas hasil elektrolisis masuk, karena arus listrik yang digunakan untuk elektrolisis baru mengalir setelah mesin hidup. Pada putaran mesin tinggi gas yang dihasilkan dari elektrolisa selain disalurkan ke manifol masuk juga dialirkan melalui pipa saluran udara setelah kotak filter udara, sehingga gas yang masuk ke dalam ruang pembakaran akan diperkaya dengan gas hasil elektrolisa berupa gas hidrogen untuk meningkatkan energi dan gas oksigen untuk menyempurnakan pembakaran sehingga akan diperoleh efisiensi bahan bakar yang cukup tinggi.

Gambar 1: Sistem Hibrid Bahan Bakar Air dan BBM

(Mesin dengan Karburator)

Alat ini sangat tepat untuk mobil keluaran tahun 1995 kebawah, atau masih menggunakan karburator dan dapat menekan emisi gas buang sampai 70 %. Untuk mobil keluaran terbaru yang menggunakan ECU (komputer) akan sangat bermanfaat jika ditambahkan MAP enhancer. Fungsi MAP enhancer adalah untuk memotong jalur komputer dalam membaca campuran bahan bakar dalam intake manifold.

Gambar 2 : Sistem Hibrid Bahan Bakar Air dan BBM

(Mesin dengan Fuel Injection)

Dari percobaan yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

  • Mengurangi konsumsi bahan bakar, dan jarak tempuh per Liternya semakin besar.Minimal 25 % maksimal 70 %.
  • Mengurangi emisi gas buang yang berbahaya bagi lingkungan khususnya karbonmonoksida.
  • Meningkatkan performa dan kekuatan mesin, menurunkan suhu kerja mesin, dan panas yang terbuang ke udara serta suara mesin menjadi lebih halus.
  • Menghilangkan karbon deposit (flek hitam) pada mesin yang dapat ditemukan ketika membongkar mesin kendaraan diakibatkan oleh pembakaran yang tidak sempurna.
  • Meningkatkan usia pakai kendaraan, karena piston dan katup menjadi lebih bersih dan awet.

II. Kajian Teori

Pada elektrolisis larutan elektrolit akan dihasilkan zat zat hasil reaksi yang tergantung pada harga potensial reduksi ion-ion yang ada dalam larutan dan elektrode yang digunakan. Jumlah zat hasil elektrolisis bergantung besarnya jumlah listrik yang digunakan, untuk menghasilkan gas Hidrogen dan gas Oksigen dapat digunakan larutan elektolit dari Kalium Hidroksida (KOH) atau menggunakan garam sulfat atau karbonat dari unsur-unsur golongan IA seperti Natrium Sulfat (Na2SO4), Natrium Karbonat (Na2CO3) atau garam lain yang mudah didapat dan ekonomis.

Reaksi : Elektrolisis larutan KOH dalam air :

Katoda : [2H2O(l) + 2e → 2OH-(aq) + H2(g)] x 2

Anoda : 4OH-(aq) 2H2O(l) + O2(g) + 4e +

2H2O(l) 2 H2(g) + O2(g)

Reaksi : Elektrolisis larutan Na2CO3 dalam air :

Katoda : [2H2O(l) + 2e → 2OH-(aq) + H2(g)] x 2

Anoda : 2H2O(l) 4H+(aq) + O2(g) + 4e +

2H2O(l) 2 H2(g) + O2(g)

Pada elektrolisis larutan yang mengandung ion-ion golongan IA (Na+, K+), ion-ion tersebut tidak tereduksi pada katode tetapi air yang mengalami reduksi karena potensial reduksi air lebih besar dari potensial reduksi ion Natrium atau ion Kalium (Eo H2O/H2 = - 0,83 volt dan Eo Na+/Na = - 2,71 volt).

Dalam penerapannya elektrode yang digunakan adalah stainless still yang dapat dikategorikan sebagai elektrode inert, dari percobaan yang dilakukan Djoko Sutrisno pada beberapa kendaraan bermotor, untuk mobil 1000 CC dengan kecepatan 50-60 km/jam dengan konsumsi BBM (besin) 1 liter dapat menempuh jarak 12 km, sehingga waktu yang diperlukan 12/60 jam = 12 menit. Jika dihitung kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 liter bensin (oktana) dengan reaksi : Ramsden E.N (2000 : 499).

C8H18(g) + 25/2 O2(g) → 8 CO2(g) + 9H2O(g) rHo = - 5510 kJ/mol

Reaksi ini berlangsung pada ruang pembakaran, dimana bahan bakar minyak mempunyai titik didih 150oC dan akan berbentuk uap pada ruang pembakaran mesin.

Massa 1 mol C8H18 = (8.12 + 18. 1) gram (Ar C = 12 dan H = 1)

= 114 gram

Untuk membakar 1 mol C8H18 atau 114 gram C8H18 dibebaskan kalor = 5510 kJ.

Massa jenis bensin = 0,77 kg/L sehingga massa 1 L bensin = 770 gram, jadi kalor yang dihasilkan = 770/114 x 5510 kJ

= 37216,66 kJ

Jadi kalor yang dihasilkan pada pembakaran 1 gram bensin = 37216,66 kJ/770 gram

= 48,333 kJ

Pada pembakaran bensin oktana emisi gas buang masih mengandung gas CO sebanyak 5%.

Pada perakitan alat elektrolisis yang dipasang pada mobil digunakan diode dengan kuat arus 25 Ampere, digunakan dalam waktu yang sama 12 menit gas hidrogen yang dihasilkan sebagai berikut :

Massa H2 = ME H2. i . t /96500 gram

= 1. 25. 12. 60/96500 gram

= 0,186528 gram

Pembakaran sempurna gas H2 menurut reaksi :

H2(g) + ½ O2(g) → H2O(g) rHo = -241,82 kJ/mol

Pada pembakaran 1mol atau 2 gram gas hidrogen dihasilkan kalor = 241,82 kJ

Untuk pembakaran sempurna 1 gram gas hidrogen dihasilkan kalor = 120,91 kJ

Untuk pembakaran 0,186528 gram dibebaskan kalor = 0,186528/2 x 241,82 kJ

= 22,5531 kJ

Sedangkan gas oksigen yang dihasilkan dari proses elektrolisis yang sama :

Massa O2 = ME O2 . i . t /96500 gram

= 32/4 . 25. 12. 60/96500 gram

= 1,49223 gram

Volume gas O2 yang dihasilkan jika diukur pada suhu 25oC dan tekanan 1 atm adalah PV = nRT atau V = n RT/P

V gas O2 = 1,49223/32. 0,082056872. 298/1 Liter

= 1,14027 Liter

Gas oksigen yang dihasilkan ini akan sangat berperan didalam proses pembakaran, sehingga pembakaran akan berlangsung lebih sempurna dan bahan bakar akan semakin hemat.

III. Pembahasan.

1. Dari hasil perhitungan kalor yang dihasilkan pada pembakaran sempurna 1 mol gas H2 hasil elektrolisis, yang diukur pada suhu kamar besarnya entalpi sama dengan entalpi pembentukan 1 mol uap air. Dengan menggunakan arus listrik 25 ampere dan waktu yang sama dengan waktu yang digunakan untuk melakukan pembakaran bensin dengan kendaraan bermotor selama 12 menit ternyata diperoleh kalor 22,5531 kJ. Jika dibandingkan kalor yang dihasilkan pada pembakaran 1 gram besin (oktana) dengan 1 gram gas Hidrogen = 48,333 kJ : 120,91 kJ. Dari hasil ini terlihat bahwa penambahan gas hidrogen dari elektrolisis kedalam ruang pembakaran akan menghasilkan tambahan energi yang cukup besar sehingga performa mesin akan lebih bagus dan lebih hemat dalam pemakaian bahan bakar.

2. Pada pembakaran bensin dalam bentuk uap di ruang pembakaran mesin ternyata belum dapat terbakar sempurna, terlihat dari hasil pembakaran masih terdapat 5% gas karbonmonoksida atau CO, ini dapat dipandang sebagai pemborosan energi. Hadirnya gas oksigen murni yang diperoleh dari hasil elektrolisa sebanyak 1,49223 gram atau 1,14027 Liter pada suhu kamar, kontribusi gas oksigen ini akan sangat besar didalam membantu proses pembakaran, diharapkan pembakaran yang terjadi akan semakin sempurna dan performa mesin akan semakin tinggi serta pemakaian bahan bakar kendaraan bermotor akan semakin efisien.

3. Dengan penambahan gas hidrogen dan gas oksigen pada ruang pembakaran, proses oksidasi dan performa mesin meningkat, diikuti dengan penurunan residu karbon pada ruang pembakaran, penurunan emisi gas buang karbomonoksida (CO), dan hidrokarbon/ bensin yang tidak terbakar.

IV. Saran.

Pada sel elektrolisa antara ruang katoda dan anoda perlu diberikan pemisah, demikian pula saluran gas hasil elektrolisa dari anoda dan katoda juga diberi pipa saluran yang terpisah, hal ini disebabkan :

  1. Jika gas hidrogen dan gas oksigen bercampur akan bereaksi membentuk uap air, ini akan mengurangi jumlah gas oksigen dan gas hidrogen yang masuk ke ruang pembakaran.
  2. Resiko terjadi ledakan pada sel elektrolisa akan semakin tinggi bila tidak diberi sekat atau pemisah, apabila terjadi peningkatan arus listrik atau penyumbatan pada pipa saluran ke manipol masuk.

V. Kesimpulan

Gas hasil elektrolisa air dengan menggunakan larutan KOH atau larutan Na2CO3 berupa gas hidrogen dan gas oksigen dapat digunakan sebagai sumber energi tambahan pada kendaraan bermotor. Gas hidrogen untuk meningkatkan energi dan gas oksigen untuk menyempurnakan pembakaran sehingga akan diperoleh efisiensi bahan bakar yang cukup tinggi, yang pada akhirnya akan meningkatkan performa mesin serta meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar.

=============================

Daftar Pustaka

Keenan. Kleinfelter. Wood. 2003. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Penerbit

Erlangga.

Kompas, 20 Juni 2008. Menghemat BBM Dengan “Brown Energy”

Oxtoby. Gillis. Nachtrieb. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Jilid 1. Jakarta :

Penerbit Erlangga.

Ramsden E.N. 2000. Chemistry A-Level fourth edition. Cheltenham : Nelson

Thormes Ltd. United Kingdom.

Wang Xiang Jun. 2008. Mengubah air menjadi besin. Yogyakarta : Penerbit Pustaka

Radja.

http://www.bahanbakar.com

Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)

Mata Kuliah : Kimia Terapan

Dosen : DR. Mudjiyono


Ida Ayu Nyoman Dewi S

S830208013/psains/IPA

A. Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)

Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah), trauma abdomen (perut) , fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) , “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi), diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi), luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh), semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain :

1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (ditelan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.

2. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).

3. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak- obat masuk ke

pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

4. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). .

5. Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.

B. Jenis Cairan Infus:

1. Cairan hipotonik.

Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2. Cairan Isotonik.

Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

3. Cairan hipertonik.

Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

C. Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Terapi Cairan Intravena.

1. Dari Sisi Pasien.

Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter.

2. Dari Sisi Cairan

a. Kandungan elektrolit cairan

Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl, Ca2+, laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.

b. Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.

c. Osmolaritas cairan
Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena). Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan melalui vena sentral.

3. Kandungan lain cairan.

Seperti disebutkan sebelumnya, selain elektrolit beberapa produk infus juga mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida. Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg2+, Zn2+ dan trace element lainnya.

4. Sterilitas cairan infus.

Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain. Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburden-based).

a. Overkill adalah Pendekatan yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. . Dengan cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.

b.Non-overkill :

sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.

D. Pemberian Cairan Infus pada Anak
1. Berapa Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat ?

a. Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan yang masuk melalui mulut, membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”. Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah.

b. Kebutuhan cairan maintenance anak berkurang secara proporsional seiring meningkatnya usia (dan berat badan).

c. Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg).

d. Cairan yang digunakan untuk infuse maintenance anak sehat dengan asupan cairan normal adalah: NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter.

2. Penyalahgunaan cairan infuse yang banyak terjadi adalah dalam penanganan

diare (gastroenteritis) akut pada anak.

a. Pemberian cairan infuse banyak disalahgunakan (overused) di Unit Gawat Darurat (UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan mengurangi lama perawatan di Rumah Sakit.

b. Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal), terutama oleh virus, ditandai adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri perut. Prinsip utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk mencegah dan menangani dehidrasi.

c. Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya (self-limiting), namun jika tidak ditangani dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam nyawa. Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat anak dirawat di Rumah Sakit

d. Terapi cairan yang diberikan harus mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi (mengembalikan cairan tubuh), mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan “maintenance”. Terapi cairan ini berdasarkan penilaian derajat dehidrasi yang terjadi.

3. Penilaian Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan)

a. Tanpa Dehidrasi: diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan menyusui diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus).

b. Dehidrasi Ringan .

c. Dehidrasi Sedang (5-10%) Turgor (kekenyalan) kulit berkurang Mata cekung Permukaan lapisan lendir sangat kering Ubun-ubun depan mencekung Dehidrasi Berat (>10%) Tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah: Denyut nadi cepat dan isinya kurang (hipotensi/tekanan darah menurun), Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin Oligo-anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak ada), sampai koma

4. Pengawasan (Monitoring)
Semua anak yang mendapatkan cairan infuse sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8 jam setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari.
Semua anak yang mendapatkan cairan infuse sebaiknya diukur kadar elektrolit dan glukosa serum sebelum pemasangan infuse dan 24 jam setelahnya. Bagi anak yang tampak sakit, diperiksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah pemasangan
dan sekali sehari sesudahnya.

E. Landasan Teori Pemakaian Cairan Infus

Tekanan Osmotik

Fenomena tekanan osmotik diperlihatkan oleh gambar 1 di bawah ini :

Tekanan untuk Menghentikan

kenaikan permukaan larutan








Gambar 1 : Fenomena tekanan osmotik

Bagian ruangan kiri selaput semi permiabel mengandung pelarut air murni ,

dan pada ruang kanannya adalah larutannya. Pada mulanya permukaan cairan dalam kedua tabung adalah sama. Setelah beberapa saat lamanya , permukaan cairan dalam tabung kanan mulai naik dan ini berlangsung terus sampai kesetimbangan tercapai . Hal ini terjadi karena molekul-molekul air berpindah melalui selaput semi permiabel ke dalam larutan. Peristiwa perpindahan molekul-molekul pelarut melalui selaput semi permiabel dari pelarut murni atau dari larutan encer kepada larutan yang lebih pekat disebut osmosis.

Perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan atau dari larutan encer kepada larutan yang lebih pekat sebenarnya dapat dihentikan dengan cara memberikan tekanan pada bagian ruang sebelah kanan . Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :






Gambar 2 : Perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan

Besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan proses osmosis disebut tekanan osmosis(p). Terjadinya proses alir secara spontan dari pelarut ke dalam larutan dikarenakan tekanan uap air murni lebih tinggi dibandingkan tekanan uap larutan. Walaupun osmosis merupakan suatu proses yang umum, tapi relatif sedikit yang tahumengenai bagaimana selaput semi permiabel menghentikan molekul-molekul yang lewat. Selaput semi permiabel memiliki pori-pori yang cukup kecil untuk tidak membiarkan molekul-molekul melewatinya. Besarnya tekanan osmotik diberikan oleh persamaan:

p = MRT

M = molaritas larutan,

R = konstanta gas (0,00821 l.atm.mol-1.K-1)

T = adalah suhu mutlak.

Tekanan osmotik = p dinyatakan dalam atmosfir.

Dari penjelasan di atas tekanan osmotik semuanya berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Maka sifat-sifat koligatif hanya tergantung pada jumlah zat terlarut dalam larutan. Jika dua larutan memiliki konsentrasi yang tidak sama, larutan yang lebih pekat disebut sebagai larutan yang hipertonik dan larutan yang lebih encer disebut hipotonik. Sedangkan larutan yang memiliki kepekatan yang sama dinamakan isotonik. Seperti yang sudah dibahas pada larutan elektrolit/non elektrolit, bahwa ion yang tersolvasi disebut ion bebas. Pada konsentrasi yang tinggi, kation dan anion memiliki bulatan hidrasi yang lebih sempurna dan cenderung bergabung satu sama lain membentuk pasangan ion . Suatu pasangan ion terdiri atas sebuah kation dan sebuah anion yang terikat rapat oleh gaya tarik elektrostatik. Keberadaan pasangan ion dalam larutan menurunkan daya hantar listrik . Karena kation dan anion dalam suatu pasangan ion netral tidak dapat bergerak bebas, sehingga tidak terjadi migrasi dalam larutan. Elektrolit – elektrolit yang banyak mengandung muatan ion seperti Mg2+,Al3+ , SO4-2, CO3-2 dan PO4-3 memiliki suatu kecenderungan untuk membentuk pasangan ion daripada garam, seperti NaCl atau KNO3.

Disosiasi elektrolit menjadi ion-ion akan mendukung sif-sifat koligatif larutan yang ditentukan oleh jumlah partikel yang ada. Sehingga diperoleh persamaan :

p = i M. R. T


i = faktor Van’t Hoff yang didefiniskan sebagai :

i = 1+ (n-1) a

a = derajad ionisasi = mol setelah ionisasi/ mol sebelum ionisasi

Maka, i = satu(1) untuk semua non elektrolit. Sedangkan untuk elektrolit kuat seperti NaCl dan KNO3 harga i = 2 dan untuk elektrolit kuat seperti Na2SO4 dan MgCl2 maka harga i = 3.

2. Prinsip Kerja Cairan infus

Dinding sel darah merah mempunyai ketebalan ± 10 nm dan pori berdiameter ± 0,8 nm. Molekul air berukuran ± setengah diameter tersebut, sehingga ion K+ dapat lewat dengan mudah. Ion K+ yang terdapat dalam sel juga berukuran lebih kecil dari pada ukuran pori dinding sel itu, tetapi karena dinding sel bermuatan positif maka ditolak oleh dinding sel. Jadi selain ukuran partikel muatan juga faktor penentu untuk dapat melalui pori sebuah selaput semipermiabel.

Cairan sel darah merah mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan larutan NaCl 0,92%. Dengan kata lain cairan sel darah merah isotonik dengan NaCl 0,92%. Jika sel darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl 0,92%, air yang masuk keluar dinding sel akan setimbang (kesetimbangan dinamis). Akan tetapi jika sel darah merah dimasukkan kedalam larutan Nacl yang lebih pekat dari 0,92% air akan keluar dari dalam sel dan sel akan mengerut. Larutan yang demikian dikatakan hipertonik. Sebaliknya jika sel darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl yang lebih encer dari 0,92%, air akan masuk kedalam sel dan sel akan menggembung dan pecah(plasmolisis). Larutan ini dikatakan sebagai hipotonik.

Kenapa pada seseorang harus dilakukan pemasangan vena central, ini disebabkan obat atau cairan yang diberikan melalui vena perifer terlalu pekat atau atau istilahnya osmolalitas yang tinggi. Pada umumnya cairan yang bersifat bisotonik mempunyai osmolalitas berkisar 272 sampai dengan 301. pada cairan untuk pemberian nutrisi atau obat, biasanya osmolalitasnya diatas 1000 atau dikenal dengan hiperosmolar. pada vena perifer, osmolalitas 850 masih aman diberikan.selain hal tersebut diatas biasanya central vena kateter juga dipakai untuk melakukan resusitasi cairan secara cepat baik itu darah maupun cairan infus, bisa juga dipakai untuk mengukur tekanan vena central.

PENGARUH PENAMBAHAN NaCl PADA PEMBUATAN ES KRIM


Gb3. Alat pembuat es puter

Gb2. Es krim

Gb1. Diagram fase


Mata Kuliah : Kimia Terapan

Dosen : DR.Mudjiyono

Th Heni Ambaristi

S830208024/IPA/psains


A. Sifat Koligatif Larutan

Larutan merupakan campuran homogen antara dua atau lebih zat. Adanya interaksi antara zat terlarut dan pelarut dapat berakibat terjadinya perubahan sifat fisis dari komponen-komponen penyusun larutan tersebut. Salah satu sifat yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara zat terlarut dengan pelarut adalah sifat koligatif larutan. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang hanya dipengaruhi oleh jumlah partikel zat terlarut di dalam larutan, dan tidak dipengaruhi oleh sifat dari zat terlarut.

Hukum Raoult merupakan dasar bagi empat sifat larutan encer yang disebut sifat koligatif ( dari bahasa latin colligare, yang berarti “mengumpul bersama”) sebab sifat-sifat itu tergantung pada efek kolektif jumlah partikel terlarut, bukannya pada sifat partikel yang terlibat. Keempat sifat itu ialah :

1. Penurunan tekanan uap larutan relatif terhadap tekanan uap pelarut murni

2. Peningkatan titik didih

3. Penurunan titik beku

4. Gejala tekanan osmotik (Oxtoby, David W : 2004 , 166)

B. Penurunan Titik Beku Larutan

Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan, sehingga jarak antarpartikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik menarik antarmolekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan mengakibatkan proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang, akibatnya untuk dapat lebih mendekatkan jarak antarmolekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Jadi titik beku larutan akan lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya. Perbedaan titik beku akibat adanya partikel-partikel zat terlarut disebut penurunan titik beku (∆Tf). Penurunan titik beku larutan sebanding dengan hasil kali molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf), dinyatakan dengan persamaan :

∆Tf = Kf m atau ∆Tf = Kf (n x 1000/p)

Dimana :

∆Tf = penurunan titik beku

Kf = tetapan penurunan titik beku molal

n = jumlah mol zat terlarut

p = massa pelarut

Titik beku larutan merupakan titik beku pelarut murni dikurangi dengan penurunan titik bekunya atau Tf = Tfo - ∆Tf. (Sudarmo, Unggul:2007,13)

C. Penyebab dan Definisi Penurunan Titik Beku Larutan

Apakah yang dimaksud dengan penurunan titik beku? Air murni membeku pada suhu 0oC, dengan adanya zat terlarut misalnya saja di tambahkan gula ke dalam air tersebut maka titik beku larutan ini tidak akan sama dengan 0oC, melainkan akan turun dibawah 0oC, inilah yang dimaksud sebagai “penurunan titik beku”.

Jadi larutan akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya. Sebagai contoh larutan garam dalam air akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya yaitu air, atau larutan fenol dalam alkohol akan memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya yaitu alkohol.

Mengapa hal ini terjadi? Apakah zat terlarut menahan pelarut agar tidak membeku? Penjelasan mengapa hal ini terjadi lebih mudah apabila dijelaskan dari sudut pandang termodinamik sebagai berikut.

Contoh, air murni pada suhu 0oC. Pada suhu ini air berada pada kesetimbangan antara fasa cair dan fasa padat. Artinya kecepatan air berubah wujud dari cair ke padat atau sebaliknya adalah sama, sehingga bisa dikatakan fasa cair dan fasa padat pada kondisi ini memiliki potensial kimia yang sama, atau dengan kata lain tingkat energi kedua fasa adalah sama.

Besarnya potensial kimia dipengaruhi oleh temperatur, jadi pada suhu tertentu potensial kimia fasa padat atau fasa cair akan lebih rendah daripada yag lain, fasa yang memiliki potensial kimia yang lebih rendah secara energi lebih disukai, misalnya pada suhu 2oC fasa cair memiliki potensial kimia yang lebih rendah dibanding fasa padat sehingga pada suhu ini maka air cenderung berada pada fasa cair, sebaliknya pada suhu -1oC fasa padat memiliki potensial kimia yang lebih rendah sehingga pada suhu ini air cenderung berada pada fasa padat.

Apabila ke dalam air murni kita larutkan garam dan kemudian suhunya kita turunkan sedikit demi sedikit, maka dengan berjalannya waktu pendinginan maka perlahan-lahan sebagian larutan akan berubah menjadi fasa padat hingga pada suhu tertentu akan berubah menjadi fasa padat secara keseluruhan. Pada umumnya zat terlarut lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan fasa padat, akibatnya pada saat proses pendinginan berlangsung larutan akan mempertahankan fasanya dalam keadaan cair, sebab secara energi larutan lebih suka berada pada fasa cair dibandingkan dengan fasa padat, hal ini menyebabkan potensial kimia pelarut dalam fasa cair akan lebih rendah (turun) sedangkan potesnsial kimia pelarut dalam fasa padat tidak terpengaruh. Maka akan lebih banyak energi yang diperlukan untuk mengubah larutan menjadi fasa padat karena titik bekunya menjadi lebih rendah dibandingkan dengan pelarut murninya. Inilah sebab mengapa adanya zat terlarut akan menurunkan titk beku larutannya. Rumus untuk mencari penurunan titik beku larutan adalah sebagai berikut:



Keterangan:

· delta Tf = Penuruan titik beku

· m = molalitas larutan

· Kf = Tetapan konstantat titik beku larutan

Jangan lupa untuk menambahkan faktor van hoff pada rumus diatas apabila larutan yang ditanyakan adalah larutan elektrolit.

Contoh soal :

1. Tentukan titik beku larutan yang terjadi jika 9 gram glukosa dan 5,85 gram NaCl dilarutkan dalam 200 gram air Kf air = 1,86oC/m?

(Mr glukosa = 180 dan Mr NaCl = 58,5)

Jawab :

∆Tf larutan = ∆Tf glukosa + ∆Tf NaCl

= (Kf x m glukosa + Kf x m x i )

= (1,86 x 9gr/180 x 1000/200gr + 1,86 x 5,85 gr/58,5 x 1000/200gr x 2)

= (0,465 + 1,86)0C = 2,3250C

Jadi titik beku larutan yang terjadi adalah -2,3250C.

D. Penerapan Penurunan Titik Beku Larutan Dalam Pembuatan es krim

Bagaimana es krim dibuat?

Adonan es krim ditempatkan dalam bejana yang terendam es batu dan air yang telah diberi garam dapur sambil diputar-putar untuk memperoleh suhu yang lebih rendah dari 00C. Proses tersebut mengakibatkan adonan es krim membeku dengan titik beku es beberapa derajat di bawah dibawah titik beku air murni. Hal ini terjadi karena proses perpindahan kalor dari adonan es krim ke dalam campuran es batu, air, dan garam dapur.

Temperatur normal campuran es dan air adalah 00C. Akan tetapi itu tidak cukup dingin untuk membekukan es krim. Temperatur yang diperlukan untuk membekukan es krim adalah -3 oC atau lebih rendah. Untuk mencapai suhu tersebut perlu ditambahkan garam dalam proses pembuatan es krim. Sebenarnya banyak bahan kimia lain yang dapat digunakan tetapi garam relatif murah. Garam berfungsi menurunkan titik beku larutan. Ketika es dicampur dengan garam, es mencair dan terlarut membentuk air garam serta menurunkan temperaturnya. Proses ini memerlukan panas dari luar. Campuran itu mendapatkan panas dari adonan es krim maka hasilnya adalah es krim padat dan lezat seperti yang diinginkan.(Susilowati, Endang : 2004,16)

Es krim merupakan makanan dengan gizi tinggi. Hidangan yang sudah tersaji sejak zaman Romawi atau 400 tahun SM itu ternyata mampu menyembuhkan influenza, serta mengandung zat anti tumor. Pada tahun 1851 es krim dapat dikatakan jenis hidangan paling populer di dunia. Pada tahun 2003, produksi es krim dunia mencapai lebih dari satu miliar liter dan dikonsumsi oleh miliaran konsumen per tahun.
Es krim adalah anggota kelompok hidangan beku yang memiliki tekstur semi padat, Banyak fakta menyebutkan bahwa es krim merupakan salah satu makanan bernilai gizi tinggi. Nilai gizi es krim sangat tergantung pada nilai gizi bahan bakunya. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim adalah lemak susu, padatan susu tanpa lemak (skim), gula pasir, bahan penstabil, pengemulsi, dan pencita rasa. Proses pembuatan es krim terdiri dari pencampuran bahan, pasteurisasi, homogenasi, aging di dalam refrigerator, pembekuan sekaligus pengadukan di dalam votator, dan terakhir adalah pengerasan (hardening) di dalam freezer.
Di balik kelembutan dan rasa manisnya, es krim terbukti memiliki beberapa fakta gizi yang tak terduga. Keunggulan es krim didukung oleh bahan baku utamanya, yaitu susu tanpa lemak dan lemak susu. Susu disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan zat gizi yang lengkap. Para peneliti menemukan lebih dari 100.000 jenis molekul yang terkandung di dalam susu, Selain air dan lemak, molekul-molekul tersebut mencakup protein, karbohidrat, mineral, enzim-enzim, gas, serta vitamin A, C dan D. Terdapat beberapa peneliti yang menyatakan bahwa susu termasuk dalam golongan pangan fungsional.
Sebagian besar komponen dalam susu telah diketahui fungsinya secara biologis bagi tubuh. Komponen yang telah diketahui fungsinya adalah protein terutama dari bagian whey, termasuk di dalamnya alfalaktalbumin, betaktoglobulin, imunoglobulin, laktoferin, dan glikomakropeptida. Alfalaktalbumin berperan serta dalam metabolisme karbohidrat. Enzim ini memiliki kemampuan berinteraksi dengan enzim galaktotransferase. Fungsi enzim tersebut mentransportasikan galaktosa ke pool glukosa.
Beberapa penelitian membuktikan alfalaktalbumin sebagai zat antitumor.

E. Komposisi Es Krim Dan Manfaatnya

KOMPOSISI ES KRIM

Ada lima komponen penyusun es krim: Krim, Skim, Air, Gula dan Stabilizer. Kadar air dalam es krim antara 60%-62%, jika air terlalu banyak maka es krim menjadi kasar, jika air terlalu sedikit maka es krim akan menjadi terlalu padat. Untuk bisa creamy, 60%-62% itu sudah ukuran yang teruji.
Dengan demikian maka kadar bahan kering adalah 38%-40%.

MANFAAT KRIM
Krim adalah bagian yang paling banyak mengandung lemak pada susu. Panaskan susu sapi sampai suhu pasteur (70C-80C), kemudian dinginkan agak lama sampai muncul selaput yang makin lama makin tebal. Selaput inilah yang dinamakan krim, memang cuma sedikit karena kadar krim dalam susu sapi hanya 3.5%. Fungsi dari krim ini adalah memberikan aroma susu dan mencegah pembentukan kristal yang terlalu besar. Pada hakekatnya krim adalah lemak, maka kita bisa menggunakan lemak lain, umumnya adalah santan atau telur. Dengan konsekuensi akan berkurangnya/hilangnya aroma susu diganti menjadi aroma santan atau aroma telur, bisa juga dicampurkan ketiga lemak tersebut, sesuai selera. Tapi tidak semua lemak bisa dipakai untuk es krim, mentega atau korvet akan membuat es krim ngendal, minyak kedelai tidak ngendal tapi aroma es krim menjadi aneh. Jadi yang direkomendasikan adalah lemak susu, lemak telur dan lemak santan. Kadar lemak dalam es krim adalah 8%-16%.

MANFAAT SKIM
Setelah susu sapi diambilnya krimnya, maka yang tersisa tinggal air dan bahan padatan lain meliputi protein, karbohidrat dan mineral.
Jika kadar air tersebut dihabiskan, maka yang tersisa itulah yang dinamakan skim. Yaitu bahan padatan susu sapi tanpa lemak. Fungsi skim pada es krim adalah sebagai tubuh yang membentuk tekstur. Membuat es krim tanpa skim hasilnya seperti kocokan whipcream itu, memang lembut, tapi ringan. Sama dengan krim, pada hakekatnya skim ini adalah bahan padatan yang terdiri dari protein, karbohidrat dan mineral, jadi bisa diambilkan dari telur atau santan. Kadar skim dalam es krim adalah sama dengan krim yaitu antara 8% sampai 16%.

MANFAAT GULA
Gula tidak hanya berfungsi sebagai pemberi rasa manis pada es krim, tapi juga menurunkan titik beku adonan, sehingga adonan tidak terlalu cepat membeku saat diproses. Ini penting agar udara yang masuk kedalam adonan bisa lebih banyak sehingga tekstur menjadi lebih lembut. Kadar gula dalam es krim adalah 15%.

MANFAAT STABILIZER
Adonan es krim jika dibekukan tanpa stabilizer, maka molekul lemak dan molekul air yang sebelumnya sudah tercampur rata akan memisah pelan-pelan. Membentuk kelompok air dan kelompok lemak. Lemak menjadi keras sedangkan air menjadi kristal. Stabilizer berfungsi untuk emulsi, yaitu membentuk selaput yang berukuran mikro untuk mengikat molekul lemak, air dan udara. Dengan demikian air tidak akan mengkristal, dan lemak tidak akan mengeras. Stabilizer juga bersifat mengentalkan adonan, sehingga selaput2 tadi bisa stabil.
Kadar stabilizer dalam es krim adalah 0.3%.

F. Alat Pembuat Es Krim


Nancy Johnson dari Philadelphia adalah orang yang pertama menciptakan alat pembuat es krim. Alat yang ia ciptakan adalah ember dari kayu yang di dalamnya ada wadah lebih kecil dari logam. Wadah logam ini dapat diputar dengan menggunakan pedal. Ruang di antara wadah kecil dan ember kayu diisi dengan campuran es dan garam. Pembuatan es krim sebenarnya sederhana saja, yakni mencampurkan bahan-bahan dan kemudian mendinginkannya. Air murni pada tekanan 1 atmosfer akan membeku pada suhu 00C. Namun, bila ke dalam air dilarutkan zat lain, titik beku air akan menurun. Jadi, untuk membekukan adonan es krim pun memerlukan suhu di bawah 00C. Misalkan adonan es krim dimasukkan dalam wadah logam, kemudian di ruang antara ember kayu dan wadah logam dimasukkan es.

Awalnya, suhu es itu akan kurang dari 00C. Namun, permukaan es yang berkontak langsung dengan udara akan segera naik suhunya mencapai 00C dan sebagiannya akan mencair. Suhu campuran es dan air tadi akan tetap 00C selama esnya belum semuanya mencair. Seperti disebut di atas, jelas campuran es krim tidak membeku pada suhu 00C akibat sifat koligatif penurunan titik beku.

Bila ditaburkan sedikit garam ke campuran es dan air tadi, maka akan didapatkan hal yang berbeda. Air lelehan es dengan segera akan melarutkan garam yang ditaburkan. Dengan demikian, kristal es akan terapung di larutan garam. Karena larutan garam akan mempunyai titik beku yang lebih rendah dari 00C, es akan turun suhunya sampai titik beku air garam tercapai. Dengan kata lain, campuran es krim tadi dikelilingi oleh larutan garam yang temperaturnya lebih rendah dari 00C sehingga adonan es krim itu akan dapat membeku. Tetapi Kalau campuran itu hanya dibiarkan saja mendingin tidak akan dihasilkan es krim, melainkan gumpalan padat dan rapat berisi kristal-kristal es yang tidak akan enak kalau dimakan. Bila diinginkan es krim yang enak di mulut, selama proses pembekuan tadi adonan harus diguncang-guncang. Pengocokan atau pengadukan campuran selama proses pembekuan merupakan kunci dalam pembuatan es krim yang baik. Proses pengguncangan ini bertujuan ganda. Pertama, untuk mengecilkan ukuran kristal es yang terbentuk; semakin kecil ukuran kristal esnya, semakin lembut es krim yang terbentuk. Kedua, dengan proses ini akan terjadi pencampuran udara ke dalam adonan es krim. Gelembung-gelembung udara yang tercampur ke dalam adonan inilah yang menghasilkan busa yang seragam (homogen).

Peran emulsifier

Metode sederhana pengadukan dan pendinginan secara serempak ini ternyata menimbulkan masalah lain. Krim pada dasarnya terdiri atas globula kecil lemak yang tersuspensi dalam air. Globula-globula ini tidak saling bergabung sebab masing-masing dikelilingi membran protein yang menarik air, dan airnya membuat masing-masing globula tetap menjauh. Pengadukan akan merusak membran protein yang membuat globula lemak tadi kemudian dapat saling mendekat. Akibatnya, krim akan naik ke permukaan. Hal seperti ini diinginkan bila yang akan dibuat adalah mentega atau minyak, tetapi jelas tidak diinginkan bila yang akan dibuat es krim.

Penyelesaian sederhananya adalah dengan menambahkan emulsifier pada campuran. Molekul emulsifier akan menggantikan membran protein, satu ujung molekulnya akan melarut di air, sedangkan ujung satunya akan melarut di lemak. Lecitin, molekul yang terdapat dalam kuning telur, adalah contoh emulsifier sederhana. Oleh karena itu, salah satu bahan pembuat es krim adalah kuning telur. Selain itu, dapat digunakan mono- atau di-gliserida atau polisorbat yang dapat mendispersikan globula lemak dengan lebih efektif.

G. Kesimpulan

1. Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang hanya dipengaruhi oleh jumlah partikel zat terlarut di dalam larutan, dan tidak dipengaruhi oleh sifat dari zat terlarut.

2. Perbedaan titik beku akibat adanya partikel-partikel zat terlarut disebut penurunan titik beku (∆Tf). Penurunan titik beku larutan sebanding dengan hasil kali molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf), dinyatakan dengan persamaan :

∆Tf = Kf m atau ∆Tf = Kf (n x 1000/p)

3. Temperatur normal campuran es dan air adalah 00C. Akan tetapi itu tidak cukup dingin untuk membekukan es krim. Temperatur yang diperlukan untuk membekukan es krim adalah -3 oC atau lebih rendah. Untuk mencapai suhu tersebut perlu ditambahkan garam dalam proses pembuatan es krim. Garam berfungsi menurunkan titik beku larutan. Ketika es dicampur dengan garam, es mencair dan terlarut membentuk air garam serta menurunkan temperaturnya. Proses ini memerlukan panas dari luar. Campuran itu mendapatkan panas dari adonan es krim maka hasilnya adalah es krim padat dan lezat seperti yang diinginkan.