Mata Kuliah : Kimia Terapan
Dosen : DR. Mudjiyono
Ida Ayu Nyoman Dewi S
A. Pemberian Cairan Infus Intravena (Intravenous Fluids)
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh. Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus adalah perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah), trauma abdomen (perut) , fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) , “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi), diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi), luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh), semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
Indikasi pemberian obat melalui jalur intravena antara lain :
1. Pada seseorang dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah. Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat infeksi. Antibiotika oral (ditelan biasa melalui mulut) pada kebanyakan pasien dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya perawatan, dan lamanya perawatan. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral (efektivitas dalam darah jika dimasukkan melalui mulut) yang terbatas. Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya “polications” dan sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam pembuluh darah langsung.
2. Pasien tidak dapat minum obat karena muntah, atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan intramuskular (disuntikkan di otot).
3. Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak- obat masuk ke
pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.
4. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). .
5. Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh bakteri.
B. Jenis Cairan Infus:
1. Cairan hipotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
2. Cairan Isotonik.
Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).
3. Cairan hipertonik.
Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
C. Faktor Yang Harus Diperhatikan Dalam Pemberian Terapi Cairan Intravena.
1. Dari Sisi Pasien.
Dari sisi pasien yang perlu diperhatikan adalah penyakit dasar pasien, status hidrasi dan hemodinamik, pasien dengan komplikasi penyakit tertentu, dan kekuatan jantung. Kesemua faktor ini merupakan hal yang harus diketahui dokter.
2. Dari Sisi Cairan
a. Kandungan elektrolit cairan
Elektrolit yang umum dikandung dalam larutan infus adalah Na+, K+, Cl, Ca2+, laktat atau asetat. Jadi, dalam pemberian infus, yang diperhitungkan bukan hanya air melainkan juga kandungan elektrolit ini apakah kurang, cukup, pas atau terlalu banyak.
b. Pengetahuan dokter dan paramedis tentang isi dan komposisi larutan infus sangatlah penting agar bisa memilih produk sesuai dengan indikasi masing-masing.
c. Osmolaritas cairan
Yang dimaksud dengan osmolaritas adalah jumlah total mmol elektrolit dalam kandungan infus. Untuk pemberian infus ke dalam vena tepi maksimal osmolaritas yang dianjurkan adalah kurang dari 900mOsmol/L untuk mencegah risiko flebitis (peradangan vena). Jika osmolaritas cairan melebihi 900 mOsmol/L maka infus harus diberikan melalui vena sentral.
3. Kandungan lain cairan.
Seperti disebutkan sebelumnya, selain elektrolit beberapa produk infus juga mengandung zat-zat gizi yang mudah diserap ke dalam sel, antara lain: glukosa, maltosa, fruktosa, silitol, sorbitol, asam amino, trigliserida. Pasien yang dirawat lebih lama juga membutuhkan unsur-unsur lain seperti Mg2+, Zn2+ dan trace element lainnya.
4. Sterilitas cairan infus.
Parameter kualitas untuk sediaan cairan infus yang harus dipenuhi adalah steril, bebas partikel dan bebas pirogen disamping pemenuhan persyaratan yang lain. Pada sterilisasi cairan intravena yang menggunakan metoda sterilisasi uap panas, ada dua pendekatan yang banyak digunakan, yaitu overkill dan non-overkill (bioburden-based).
a. Overkill adalah Pendekatan yang dilakukan untuk membunuh semua mikroba, dengan prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. . Dengan cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain suhu sterilisasi yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan peningkatan kadar 5-HMF ini.
b.Non-overkill :
sesuai dengan perkembangan kedokteran yang membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat, sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril, bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil serta tidak terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan demikian infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan.
D. Pemberian Cairan Infus pada Anak
1. Berapa Banyak Cairan yang Dibutuhkan Anak Sehat ?
a. Anak sehat dengan asupan cairan normal, tanpa memperhitungkan kebutuhan cairan yang masuk melalui mulut, membutuhkan sejumlah cairan yang disebut dengan “maintenance”. Cairan maintenance adalah volume (jumlah) asupan cairan harian yang menggantikan “insensible loss” (kehilangan cairan tubuh yang tak terlihat, misalnya melalui keringat yang menguap, uap air dari hembusan napas dalam hidung, dan dari feses/tinja), ditambah ekskresi/pembuangan harian kelebihan zat terlarut (urea, kreatinin, elektrolit, dll) dalam urin/air seni yang osmolaritasnya/kepekatannya sama dengan plasma darah.
b. Kebutuhan cairan maintenance anak berkurang secara proporsional seiring meningkatnya usia (dan berat badan).
c. Perhitungan berikut memperkirakan kebutuhan cairan maintenance anak sehat berdasarkan berat badan dalam kilogram (kg).
d. Cairan yang digunakan untuk infuse maintenance anak sehat dengan asupan cairan normal adalah: NaCl 0.45% dengan Dekstrosa 5% + 20mmol KCl/liter.
2. Penyalahgunaan cairan infuse yang banyak terjadi adalah dalam penanganan
diare (gastroenteritis) akut pada anak.
a. Pemberian cairan infuse banyak disalahgunakan (overused) di Unit Gawat Darurat (UGD) karena persepsi yang salah bahwa jenis rehidrasi ini lebih cepat menangani diare, dan mengurangi lama perawatan di Rumah Sakit.
b. Gastroenteritis akut disebabkan oleh infeksi pada saluran cerna (gastrointestinal), terutama oleh virus, ditandai adanya diare dengan atau tanpa mual, muntah, demam, dan nyeri perut. Prinsip utama penatalaksanaan gastroenteritis akut adalah menyediakan cairan untuk mencegah dan menangani dehidrasi.
c. Penyakit ini umumnya sembuh dengan sendirinya (self-limiting), namun jika tidak ditangani dapat menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit yang bisa mengancam nyawa. Dehidrasi yang diakibatkan sering membuat anak dirawat di Rumah Sakit
d. Terapi cairan yang diberikan harus mempertimbangkan tiga komponen: rehidrasi (mengembalikan cairan tubuh), mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung, dan “maintenance”. Terapi cairan ini berdasarkan penilaian derajat dehidrasi yang terjadi.
3. Penilaian Derajat Dehidrasi (dinyatakan dalam persentase kehilangan berat badan)
a. Tanpa Dehidrasi: diare berlangsung, namun produksi urin normal, maka makan/minum dan menyusui diteruskan sesuai permintaan anak (merasa haus).
b. Dehidrasi Ringan .
c. Dehidrasi Sedang (5-10%) Turgor (kekenyalan) kulit berkurang Mata cekung Permukaan lapisan lendir sangat kering Ubun-ubun depan mencekung Dehidrasi Berat (>10%) Tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah: Denyut nadi cepat dan isinya kurang (hipotensi/tekanan darah menurun), Ekstremitas (lengan dan tungkai) teraba dingin Oligo-anuria (produksi urin sangat sedikit, kadang tidak ada), sampai koma
4. Pengawasan (Monitoring)
Semua anak yang mendapatkan cairan infuse sebaiknya diukur berat badannya, 6 –8 jam setelah pemberian cairan, dan kemudian sekali sehari.
Semua anak yang mendapatkan cairan infuse sebaiknya diukur kadar elektrolit dan glukosa serum sebelum pemasangan infuse dan 24 jam setelahnya. Bagi anak yang tampak sakit, diperiksa kadar elektrolit dan glukosa 4 – 6 jam setelah pemasangan dan sekali sehari sesudahnya.
E. Landasan Teori Pemakaian Cairan Infus
Tekanan Osmotik
Fenomena tekanan osmotik diperlihatkan oleh gambar 1 di bawah ini :
Tekanan untuk Menghentikan
kenaikan permukaan larutan
Gambar 1 : Fenomena tekanan osmotik
Bagian ruangan kiri selaput semi permiabel mengandung pelarut air murni ,
dan pada ruang kanannya adalah larutannya. Pada mulanya permukaan cairan dalam kedua tabung adalah sama. Setelah beberapa saat lamanya , permukaan cairan dalam tabung kanan mulai naik dan ini berlangsung terus sampai kesetimbangan tercapai . Hal ini terjadi karena molekul-molekul air berpindah melalui selaput semi permiabel ke dalam larutan. Peristiwa perpindahan molekul-molekul pelarut melalui selaput semi permiabel dari pelarut murni atau dari larutan encer kepada larutan yang lebih pekat disebut osmosis.
Perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan atau dari larutan encer kepada larutan yang lebih pekat sebenarnya dapat dihentikan dengan cara memberikan tekanan pada bagian ruang sebelah kanan . Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :
Gambar 2 : Perpindahan molekul-molekul pelarut ke dalam larutan
Besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan proses osmosis disebut tekanan osmosis(p). Terjadinya proses alir secara spontan dari pelarut ke dalam larutan dikarenakan tekanan uap air murni lebih tinggi dibandingkan tekanan uap larutan. Walaupun osmosis merupakan suatu proses yang umum, tapi relatif sedikit yang tahumengenai bagaimana selaput semi permiabel menghentikan molekul-molekul yang lewat. Selaput semi permiabel memiliki pori-pori yang cukup kecil untuk tidak membiarkan molekul-molekul melewatinya. Besarnya tekanan osmotik diberikan oleh persamaan:
p = MRT
M = molaritas larutan,
R = konstanta gas (0,00821 l.atm.mol-1.K-1)
T = adalah suhu mutlak.
Tekanan osmotik = p dinyatakan dalam atmosfir.
Dari penjelasan di atas tekanan osmotik semuanya berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Maka sifat-sifat koligatif hanya tergantung pada jumlah zat terlarut dalam larutan. Jika dua larutan memiliki konsentrasi yang tidak sama, larutan yang lebih pekat disebut sebagai larutan yang hipertonik dan larutan yang lebih encer disebut hipotonik. Sedangkan larutan yang memiliki kepekatan yang sama dinamakan isotonik. Seperti yang sudah dibahas pada larutan elektrolit/non elektrolit, bahwa ion yang tersolvasi disebut ion bebas. Pada konsentrasi yang tinggi, kation dan anion memiliki bulatan hidrasi yang lebih sempurna dan cenderung bergabung satu sama lain membentuk pasangan ion . Suatu pasangan ion terdiri atas sebuah kation dan sebuah anion yang terikat rapat oleh gaya tarik elektrostatik. Keberadaan pasangan ion dalam larutan menurunkan daya hantar listrik . Karena kation dan anion dalam suatu pasangan ion netral tidak dapat bergerak bebas, sehingga tidak terjadi migrasi dalam larutan. Elektrolit – elektrolit yang banyak mengandung muatan ion seperti Mg2+,Al3+ , SO4-2, CO3-2 dan PO4-3 memiliki suatu kecenderungan untuk membentuk pasangan ion daripada garam, seperti NaCl atau KNO3.
Disosiasi elektrolit menjadi ion-ion akan mendukung sif-sifat koligatif larutan yang ditentukan oleh jumlah partikel yang ada. Sehingga diperoleh persamaan :
p = i M. R. T
i = faktor Van’t Hoff yang didefiniskan sebagai :
i = 1+ (n-1) a
a = derajad ionisasi = mol setelah ionisasi/ mol sebelum ionisasi
Maka, i = satu(1) untuk semua non elektrolit. Sedangkan untuk elektrolit kuat seperti NaCl dan KNO3 harga i = 2 dan untuk elektrolit kuat seperti Na2SO4 dan MgCl2 maka harga i = 3.
2. Prinsip Kerja Cairan infus
Dinding sel darah merah mempunyai ketebalan ± 10 nm dan pori berdiameter ± 0,8 nm. Molekul air berukuran ± setengah diameter tersebut, sehingga ion K+ dapat lewat dengan mudah. Ion K+ yang terdapat dalam sel juga berukuran lebih kecil dari pada ukuran pori dinding sel itu, tetapi karena dinding sel bermuatan positif maka ditolak oleh dinding sel. Jadi selain ukuran partikel muatan juga faktor penentu untuk dapat melalui pori sebuah selaput semipermiabel.
Cairan sel darah merah mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan larutan NaCl 0,92%. Dengan kata lain cairan sel darah merah isotonik dengan NaCl 0,92%. Jika sel darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl 0,92%, air yang masuk keluar dinding sel akan setimbang (kesetimbangan dinamis). Akan tetapi jika sel darah merah dimasukkan kedalam larutan Nacl yang lebih pekat dari 0,92% air akan keluar dari dalam sel dan sel akan mengerut. Larutan yang demikian dikatakan hipertonik. Sebaliknya jika sel darah merah dimasukkan kedalam larutan NaCl yang lebih encer dari 0,92%, air akan masuk kedalam sel dan sel akan menggembung dan pecah(plasmolisis). Larutan ini dikatakan sebagai hipotonik.
Kenapa pada seseorang harus dilakukan pemasangan vena central, ini disebabkan obat atau cairan yang diberikan melalui vena perifer terlalu pekat atau atau istilahnya osmolalitas yang tinggi. Pada umumnya cairan yang bersifat bisotonik mempunyai osmolalitas berkisar 272 sampai dengan 301. pada cairan untuk pemberian nutrisi atau obat, biasanya osmolalitasnya diatas 1000 atau dikenal dengan hiperosmolar. pada vena perifer, osmolalitas 850 masih aman diberikan.selain hal tersebut diatas biasanya central vena kateter juga dipakai untuk melakukan resusitasi cairan secara cepat baik itu darah maupun cairan infus, bisa juga dipakai untuk mengukur tekanan vena central.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar