Kamis, 12 Februari 2009

KOLOID

Mata Kuliah : Kimia Terapan

Dosen : DR Mudjiyono


Lussana Rossita Dewi

S830208015/IPA/psains


I. PENDAHULUAN

Susu merupakan salah satu bentuk cairan bergizi yang sangat diperlukan untuk proses pertumbuhan tidak bagi manusia tapi juga bagi hewan, khususnya hewan dari golongan mamalia. Susu (Gambar 1) disebut sebagai makanan yang hampir sempurna karena kandungan zat gizinya yang lengkap. Selain air, susu mengandung protein, karbohidrat, lemak, mineral, enzim-enzim, gas serta vitamin A, C dan D dalam jumlah memadai.

www.photoshoptalent.com

Gambar 1 Susu

Pada zaman dahulu, susu telah dipakai sebagai bahan pokok pangan manusia. Manusia mengambil susu dari hewan yang memiliki kelenjar susu, seperti sapi dan domba. Sapi dan domba mulai dijinakkan sejak 8000 SM untuk diambil daging, bulu dan susunya. Di Timur Tengah, susu bahkan terfermentasi menjadi keju oleh para pengembara gurun di sana. Diperkirakan susu mulai masuk ke dataran Eropa pada abad 5000 SM melewati daerah Anatolia. Sementara, susu mulai masuk ke Inggris pada periode Neolitik.

Penggunaan keju dan susu dari Timur Tengah lewat Turki mulai dikenal oleh bangsa Eropa pada zaman Pertengahan. Kemudian, pada abad ke-15, para pelaut mulai membawa sapi perah untuk dipelihara dan diternakkan di dataran Eropa untuk konsumsi susu. Susu sapi sendiri baru dikenal oleh bangsa Indonesia lewat penjajahan Hindia Belanda pada abad ke 18.

Susu terdiri dari berbagai macam jenis (Tabel 1)

Tabel 1 Klasifikasi/jenis susu

Klasifikasi / jenis susu

Air susu ibu (manusia), susu sapi/kambing/onta/ hewan mamalia lain, susu kedelai

Susu murni, susu formula / diperkaya, susu fermentasi

Susu utuh (full cream), susu skim

Susu instan, susu non-instan

Susu untuk bayi, susu untuk anak (pertumbuhan), susu untuk dewasa, susu untuk usia lanjut

Susu cair, susu bubuk

Susu kolostrum


II. DASAR TEORI

A. Larutan

Dalam kimia, larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua atau lebih zat. Zat yang jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut atau solut, sedangkan zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan disebut pelarut atau solven. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutansolvasi. atau

Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti garam atau gula dilarutkan dalam air. Gas dapat pula dilarutkan dalam cairan, misalnya karbon dioksida atau oksigen dalam air. Selain itu, cairan dapat pula larut dalam cairan lain, sementara gas larut dalam gas lain.

B. Kelarutan

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarutsolute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. (

Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut" (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil.

C. Sistem Koloid

Sistem koloid (selanjutnya disingkat "koloid" saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm).

Perbandingan sifat antara larutan sejati dan sistem koloid dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perbandingan sifat larutan sejati dan sistem koloid

Larutan sejati

Sistem koloid

Ukuran partikel lebih kecil 10-7 cm

Ukuran partikel 10-7-10-5 cm

1 fase

2 fase

Homogen

Antara homogen dan heterogen

Tidak dapat dipisahkan dalam keadaan statis

Tidak dapat dipisahkan dalam keadaan statis

Transparan

Antara transparan dan tidak

Tidak ada efek Tyndall

Mempunyai efek Tyndall

Tidak ada gerakan Brown

Mempunyai gerakan Brown

Tidak dapat dipisahkan dengan filtrasi

Tidak dapat dipisahkan dengan filtrasi

Penggolongan sistem koloid didasarkan pada fase terdispersi (zat terdispersi) dan fase pendispersi (medium dispersi) (Tabel 3).

Tabel 3 Jenis-jenis sistem koloid

No.

Zat terdispersi

Zat pendispersi

Nama Tipe

Contoh

1.

Gas

Cairan

Busa

Krim kocok, busa bir, busa sabun

2.

Gas

Padat

Busa padat

Batu apung, karet busa

3.

Cairan

Gas

Aerosol cair

Kabut, awan

4.

Cairan

Cairan

Emulsi

Mayones, susu

5.

Cairan

Padat

Emulsi padat

Keju, mentega

6.

Padat

Gas

Aerosol padat

Asap, debu

7.

Padat

Cair

Sol

Pati dalam air, selai

8.

Padat

Padat

Sol padat

Intan hitam, kaca rubi

Sifat dari sistem koloid yang penting ada 3 macam, yaitu :

1. Efek Tyndall

Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.

Efek Tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.

2. Gerak Brown

Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas( dinamakan gerak brown), sedangkan pada zat padat hanya beroszillasi di tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.

Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.

3. Absorpsi

Absorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya permukaan partikel. (Catatan : Absorpsi harus dibedakan dengan adsorpsi yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel). Contoh : (i) Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap ion S2.

Cara pembuatan koloid ada 2 macam, yaitu :

1. Cara dispersi

Metode atau cara dispersi adalah menghaluskan partikel-partikel yang terdapat dalam keadaan mikroskopoik. Molekul-molekul yang besar dipecah menjadi partikel berukuran koloid.

2. Cara kondensasi

Cara kondensasi ialah menggabungkan sejumlah besar atom-atom (molekul-molekul) membentuk partikel yang lebih besar, yang sesuai dengan ukuran partikel koloid.

D. Emulsi

Emulsi adalah koloid di mana zat terdispersi dan medium dispersinya sama-sama zat cair tetapi tidak saling bercampur. Emulsi dibedakan atas emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam minyak (A/M). Contoh emulsi M/A adalah santan, susu, lateks, dan lain-lain. Contoh emulsi A/M adalah mentega, margarin, minyak rambut, minyak bumi, dan lain-lain.


III. PEMBAHASAN

A. Proses Pengolahan Susu

Susu segar merupakan cairan yang berasal dari kambing atau sapi sehat dan bersih yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Umumnya susu yang dikonsumsi masyarakat adalah susu olahan baik dalam bentuk cair (susu pasteurisasi, susu UHT) maupun susu bubuk.

Susu bubuk (Gambar 2) berasal susu segar baik dengan atau tanpa rekombinasi dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Umumnya pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller drayer. Umur simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan penanganan yang baik dan benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk berlemak (full cream milk prowder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk powder) dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk prowder).

upload.wikimedia.org

Gambar 2 Susu bubuk

Susu UHT (ultra high temperature) merupakan susu yang diolah menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi dan dalam waktu yang singkat (135-145 derjat Celcius) selama 2-5 detik. Pemanasan dengan suhu tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma dan rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya.

Susu UHT dikemas secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik multilapis berteknologi canggih (Gambar 3). Kemasan multilapis ini kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya. Karena bebas bakteri perusak minuman, maka susu UHT pun tetap segar dan aman untuk dikonsumsi. Selain itu kemasan multilapis susu UHT ini juga kedap cahaya sehingga cahaya ultra violet tak akan mampu menembusnya dengan terlindungnya dari sinar ultra violet maka kesegaran susu UHT pun akan tetap terjaga. Setiap kemasan aseptik multilapis susu UHT disterilisasi satu per satu secara otomatis sebelum diisi dengan susu. Proses tersebut secara otomatis dilakukan hampir tanpa adanya campur tangan manusia sehingga menjamin produk yang sangat higienis dan memenuhi standar kesehatan internasional.

Proses pengolahan susu cair dengan teknik sterilisasi atau pengolahan menjadi susu bubuk sangat berpengaruh terhadap mutu sensoris dan mutu gizinya terutama vitamin dan protein. Pengolahan susu cair segar menjadi susu UHT sangat sedikit pengaruhnya terhadap kerusakan protein. Di lain pihak kerusakan protein sebesar 30 persen terjadi pada pengolahan susu cair menjadi susu bubuk.

farm4.static.flickr.com

Gambar 3 Pengemasan susu UHT

Kerusakan protein pada pengolahan susu dapat berupa terbentuknya pigmen coklat (melanoidin) akibat reaksi Mallard. Reaksi Mallard adalah reaksi pencoklatan non enzimatik yang terjadi antara gula dan protein susu akibat proses pemanasan yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama seperti pada proses pembuatan susu bubuk. Reaksi pencoklatan tersebut menyebabkan menurunnya daya cerna protein.

Proses pemanasan susu dengan suhu tinggi dalam waktu yang cukup lama juga dapat menyebabkan terjadinya rasemisasi asam-asam amino yaitu perubahan konfigurasi asam amino dari bentuk L ke bentuk D. Tubuh manusia umumnya hanya dapat menggunakan asam amino dalam bentuk L. Dengan demikian proses rasemisasi sangat merugikan dari sudut pandang ketersediaan biologis asam-asam amino di dalam tubuh.

B. Susu Bermelamin

Ribut-ribut susu asal Cina mengandung melamin mencemaskan seluruh dunia. Maklum, selama ini berbagai produk asal Cina – termasuk susu – mengalir deras ke berbagai negara. Sebagai produsen, Cina terkenal sebagai penghasil beragam produk yang harganya amat bersaing. Berdasarkan hasil analisis laboratorium AQSIQ (Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine), Cina, kandungan melamin yang ditemukan dalam susu formula buatan ke-22 pabrik ini berkisar antara 0,09 mg/kg hingga 619 mg/kg susu. Tapi, melamin dalam susu formula produksi Sanlu Co. Mencapai 2.563 mg/kg! AQSIQ melaporkan, melamin juga positif ditemukan dalam susu cair yang diproduksi Mengniu Dairy Group Co., Yili Industrial Co. dan Bright Dairy yang berkantor pusat di Shanghai.

Di Cina sendiri, tercatat 6.244 bayi positif menderita batu ginjal, 4 bayi lagi bahkan telah meninggal dunia. Sementara itu, 39.965 bayi tengah berada dalam tahap penyembuhan beragam. Ada yang masih dirawat di rumah sakit, ada yang berada dalam kondisi kritis, tapi ada juga yang sudah boleh pulang. Mirisnya lagi, pasien-pasien cilik ini sebagian besar (81,9%) berusia kurang dari 2 tahun. Berdasarkan data epidemiologi Departemen Kesehatan Cina, anak-anak ini sakit setelah mengonsumsi susu bubuk formula produksi Sanlu Co. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Shijiangzhuang Sanlu Co., adalah salah satu dari 22 pabrik di seluruh Cina, yang susu formula produksinya positif mengandung melamin.

Mengoplos melamin ke dalam susu merupakan praktek pemalsuan susu. Produsen menambahkan air ke dalam susu mentah agar susu menjadi banyak. Setelah menjadi lebih encer, tentu saja konsentrasi protein larutan akan turun. Nah, agar kadar proteinnya tetap tinggi, ditambahkanlah melamin. Perusahaan-perusahaan pengguna bahan baku susu biasanya mengecek kadar protein susu dengan melakukan pengujian kadar nitrogen. Karena melamin adalah senyawa yang kaya akan nitrogen (66% melamin adalah nitrogen), penambahan melamin ke dalam susu mentah akan meningkatkan kadar nitrogennya, hingga seolah kadar proteinnya juga tinggi.

Menurut Food and Drugs Administration (Badan Makanan dan Obat) Amerika Serikat, asupan harian melamin yang dapat ditoleransi (tolerable daily intake/TDI) tubuh adalah 0,63 mg/kg berat badan. Pada masyarakat Eropa, otoritas pengawas makanannya mengeset standar lebih tinggi lagi, yaitu 0,5 mg/kg berat badan. Jadi, dengan kadar melamin dalam susu yang ditemukan berkisar antara 0,09 mg/kg susu hingga 619 mg/kg susu, bila konsumsi per kg berat badan bayi sekitar 140 g per hari, itu artinya bayi akan menerima asupan melamin 0,013-86,7 mg/kg berat badan. Bahkan, kalau mengonsumsi susu yang terkontaminasi melamin hingga 2.563 mg/kg susu, berarti asupan melaminnya akan mencapai 358,8 mg/kg berat badan.

C. Keracunan Susu

Gejala keracunan yang ditimbulkan oleh susu tidak disebabkan oleh komponen biokimia yang terkandung di dalamnya. Manusia dapat mengalami gejala keracunan karena susu tersebut telah terkontaminasi oleh bakteri. Susu dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, karena di dalamnya terdapat komponen biokimia yang juga diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang.

Terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang puting susu memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri tumbuh di sekitarnya. Bakteri ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun demikian, aplikasi teknologi dapat mengurangi tingkat pencemaran pada tahap ini dengan penggunaan mesin pemerah susu (milking machine) (Gambar 4), sehingga susu yang keluar dari puting tidak mengalami kontak dengan udara.

Peralatan pemerahan yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak terjadi kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Proses pengolahan susu sangat dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup.

www.disnak.jabarprov.go.id

Gambar 4 Pemerahan susu yang steril

Manusia yang berada dalam proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi penyebab timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika memerah dan mengolah susu. Bahkan, hembusan napas manusia ketika proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi sumber timbulnya bakteri. Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah peternakan (farm) harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu.

Bakteri yang dapat mencemari susu terbagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri patogen (Pathogenic bacteria) dan bakteri pembusuk (Spoilage bacteria). Kedua macam bakteri tersebut dapat menimbulkan penyakit yang ditimbulkan oleh susu (milkborne diseases) seperti tuberkulosis, bruselosis, dan demam tipoid (typhoid fever). Pembusukan susu oleh bakteri dapat menyebabkan degradasi protein, karbohidrat, dan lemak yang terkandung dalam susu.

Dari semua penyakit yang ditularkan melalui susu, tuberkulosis adalah yang paling menonjol. Mycobacterium bovis adalah penyebab penyakit pada sapi dan dapat dipindahkan ke dalam susu, terutama bila ambingnya terkena infeksi. Bruselosis yang disebabkan karena infeksi pada sapi disebabkan oleh Brucella abortus, organisme yang menyebabkan terjadinya keguguran kandungan. Penyakit ini bersifat menular dan gejala-gejala infeksi pada manusia adalah demam yang berselang-seling, banyak keringat, sakit kepala, dan sakit seluruh badan.


IV. KESIMPULAN

Susu merupakan salah satu contoh dari sistem koloid yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup, khususnya manusia. Susu sebenarnya tidak memiliki efek racun dan tidak akan menyebabkan keracunan bagi makhluk hidup yang mengonsumsinya. Tapi bila dalam pengolahannya disalahgunakan baik terdapat unsur kesengajaan maupun tidak, susu dapat membahayakan jiwa makhluk hidup, khususnya manusia.


V. DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org. Sistem Koloid. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2008. Pukul 11.00 WIB.

id.wikipedia.org. Susu. Diakses pada tanggal 24 Oktober 2008. Pukul 11.00 WIB.

www.parenting.co.id. Melamin dalam Susu ? Diakses pada tanggal 31 Oktober 2008. Pukul 11.00 WIB.

http://www.pikiran-rakyat.com. Bakteri Menyebabkan Keracunan Susu. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2008. Pukul 11.00 WIB.

www.blogunair.com. Kesehatan, Susu, dan Kolostrum. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2008. Pukul 11.00 WIB.

waspadaonline. Proses UHT : Upaya Penyelamatan Gizi pada Susu. Diakses pada tanggal 31 Oktober 2008. Pukul 11.00 WIB.

Tidak ada komentar: